A. Pendahuluan
Dalam dunia
pendidikan, beberapa teori belajar sangat berpengaruh terhadap konsep belajar.
Pemahaman terhadap teori belajar ini diperlukan bagi para pendidik dalam
menganalisis tingkah laku belajar peserta didiknya, di samping dapat
diaplikasikan sesuai dengan situasi belajar yang dihadapi. Teori-teori yang
dikemukakan berikut ini didasarkan pada hasil penelitian para ahli psikologi
yang umumnya didominasi oleh Amerika sejak tahun 1898, sejak Edward L. Thorndike
mengemukakan tulisannya mengenai Animal/
Intelligence.
B. Pengertian Teori Belajar
Behavioristik
Teori
behavioristik adalah teori beraliran behaviorisme yang merupakan salah satu
aliran psikologi. Teori belajar behavioristik ini dikenal
dengan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.[1]
Menurut teori
behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya
interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar merupakan
bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah
laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.
Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah
lakunya.[2]
Misalnya, siswa belum dapat dikatakan berhasil dalam belajar Ilmu Pengetahuan
Sosial jika dia belum bisa atau tidak mau melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan
sosial seperti kerja bakti, ronda dan lain-lain.
Menurut teori
behavioristik yang terpenting adalah :
1. Masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang
berupa respon.
Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya, alat
perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu untuk membantu
belajar siswa. Sedangkan respon adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan guru tersebut.
Teori ini juga
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting
untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
2. Penguatan (reinforcement)
Penguatan
adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Misalnya, ketika
peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan
semakin giat belajarnya, maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan
positif dalam belajar, begitu juga sebaliknya.
Prinsip-prinsip behaviorisme adalah [3]
:
1)
Objek psikologi adalah tingkah laku.
Belajar merupakan bentuk perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Jadi yang menjadi
objek dalam teori belajar behaviorisme adalah perubahan tingkah laku siswa
setelah proses pembelajaran di kelas.
2)
Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek.
Prinsip behaviorisme ini mengacu pada
hasil percobaan Pavlov, yang mengungkapkan bahwa seekor anjing percobaan akan
melakukan gerakan reflek semula ketika mendapat stimulus bersyarat. Ia akan
mengeluarkan air liur lagi bila mencium bau amis daging atau tulang yang
disodorkan kepadanya.
Dalam proses belajar mengajar di kelas,
apabila siswa diberi stimulus bersyarat (hadiah, ganjaran, nilai baik, dapat
beasiswa), maka perangsang bersyarat tadi akan menimbulkan aktivitas belajar
yang makin intensif dari biasanya.
3)
Mementingkan terbentuknya kebiasaan.
Prinsip behaviorisme ini mengacu pada hukum
Guthrie bahwa tingkah laku manusia secara keseluruhan merupakan deretan tingkah
laku yang terjadi dari bagian-bagian dari yang sebelumnya. Bagian-bagian atau
unit tingkah laku ini adalah respon atau reaksi terhadap perangsang-perangasang
sebelumnya dan selanjutnya unit tingkah laku ini akan menjadi perangsang bagi
unit tingkah laku berikutnya. Stimulus pertama dalam belajar menjadikan
terjadinya respon kegiatan untuk belajar. Respon terhadap belajar ini
selanjutnya menjadi stimulus untuk kegiatan belajar berikutnya.
C.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya terhadap Teori Belajar Behavioristik.
1. Teori Koneksionis Edward L. Thorndike (1874-1949)
Thorndike
adalah seorang pendidik dan sekaligus psikolog berkebangsaan Amerika.
Menurutnya, belajar merupakan proses interaksi antara Stimulus (S) yang mungkin
berupa pikiran, perasaan atau gerakan dan Respon (R) yang juga berupa pikiran,
perasaan atau gerakan.
Stimulus adalah perubahan dari lingkungan
eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat.
Sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya
perangsang.
Dasar
ada teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike berawal dari hubungan (connection) antara kesan-kesan yang
ditimbulkan oleh serapan alat indera terhadap objek pengamatan dan dengan
dorongan yang ada dalam diri untuk berbuat. Hubungan yang terjadi antara kesan
yang diterima dengan dorongan untuk berbuat ini disebutnya bond (ikatan) atau connection
(hubungan). Menurut teori
Thorndike ini, bahwa peralatan (mediator) antara stimulus atau perangsang yang
datang dari luar dan mengenai tubuh adalah sistem persyarafan. Sistem
persyarafan inilah yang berfungsi menghubungkan perangsang yang datang dengan
respon dari orang yang bersangkutan, maka terjadilah perbuatan belajar yang
dapat diperoleh melalui warisan keturunan dan dari hasil perolehan dari pengalaman
melalui belajar.[4]
Dalam
pengalaman empiri bond atau connection ini bisa menguat dan bisa
pula melemah dalam membentuk atau memecahkan kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki.
Dari percobaannya yang terkenal (problem box) diketahui bahwa supaya
tercapai hubungan antara stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk
memilih respon yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trial)
dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling
dasar dari belajar adalah Trial
and Error learning atau selecting and conecting learning dan berlangsung
menurut hukum-hukum tertentu. Percobaan yang tipikal yang dilakukan oleh
Thorndike kepada orang belajar, ialah orang dihadapkannya pada situasi yang
mengandung masalah yang mengharuskan dan mendorongnya untuk keluar dari masalah
tersebut seperti seekor binatang kelaparan yang dimasukkannya ke dalam kotak
bermasalah, yang pada bagian lainnya terdapat masalah. Binatang ini akan
mencoba mencoba mencari jalan yang banyak rintangan untuk mencapai makan yang
tersedia itu. Demikian pula halnya manusia yang sedang belajar, ia akan mencoba
melakukan berbagai cara dan kemungkinan untuk keluar dari masalah atau
memecahkannya.
Edward L. Thorndike dalam
teori connectionism dari Amerika Serikat, menyatakan bahwa dasar dari
belajar adalah asosiasi antara kesan panca indera dan inplus untuk bertindak
atau terjadinya hubungan antara stimulus dan respon disebut Bond, sehingga
dikenal dengan teori S – R Bond. Didalam belajar terdapat dua hukum, yaitu
hukum primer dan hukum sekunder.
a. Hukum primer terdiri atas :
1)
Law of Readiness, yaitu kesiapan untuk bertindak
itu timbul karena penyesuaian diri dengan
sekitarnya yang akan memberikan kepuasan
sekitarnya yang akan memberikan kepuasan
2)
Law of Exercise and Repetation, sesuatu itu akan
sangat kuat bila sering dilakukan diklat
dan pengulangan
dan pengulangan
3)
Law of Effect, yaitu perbuatan yang diikuti
dengan dampak atau pengaruh yang memuaskan
cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan
cenderung ingin diulangi lagi dan yang tidak mendatangkan kepuasan akan dilupakan
b. Hukum sekunder terdiri atas :
1)
Law of Multiple Response, yaitu sesuatu
yang dilakukan dengan variasi uji coba dalam
menghadapi situasi problematis, maka salah satunya akan berhasil juga.
menghadapi situasi problematis, maka salah satunya akan berhasil juga.
2)
Law of Assimilation, yaitu orang yang mudah
menyesuaikan diri dengan situasi baru, asal
situasi itu ada unsur bersamaan
situasi itu ada unsur bersamaan
3)
Law of Partial Activity, seseorang dapat
beraksi secara selektif terhadap kemungkinan yang
ada di dalam situasi tertentu.[5]
ada di dalam situasi tertentu.[5]
2.
Teori Kondisioning John B. Watson (1878-1959)
Watson
mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable)
dan dapat diukur. Jadi meskipun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor
tersebut sebagai hal yang tidak perlu di- perhitungkan karena tidak dapat
diamati.
Watson
adalah seorang behaviorist murni, karena kajianya tentang belajar disejajarkan
dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur. Hanya
dengan asumsi seperti itulah, menurut watson, kita dapat meramalkan perubahan apa yang bakal
terjadi pada siswa.
3.
Teori Belajar
Kondisioning Edwin R. Guthrie (1886-1959)
Edwin
R. Ghutrie pada awalnya ia seorang ahli tingkah laku atau behaviorist Amerika yang dalam beberapa aspek mengikuti dan
sejalan dengan Thorndike dan Pavlov. Teori belajarnya didasarka pada hubungan
antara stimuls dan response (S-R).
Hukum
belajar Ghutrie adalah “berbagai perangsang yang disertai oleh gerakan akan
menimbulkan gerakan pula.” Perangsang dan gerakan berhubungan secara spontan
dan stimultan. Menurut Ghutrie dalam Rasyad (2006:58) bahwa tingkah laku
manusia secara keseluruhan merupakan deretan tingkah laku yang terjadi dari
bagian-bagian dari yang sebelumnya. Bagian-bagian atau unit tingkah laku ini
akan menjadi perangsang (stimulus)
pula bagi unit tingkah laku berikutnya yang disebutnya sebagai hukum prima
asosiasi berdasarkan sambung-menyambung atau the primary law of association by contiguity.[6] Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontinguiti. Hukum kontinguiti
yaitu gabungan stimulus-stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul
kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama. Guthrie juga menggunakan
variabel hubungan stimulus respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar.
Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi
stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan hanya
sekedar melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan
mencegah perolehan respon yang baru.
Teori
Guthrie ini mengatakan bahwa hubungan stimulus dan respon bersifat sementara,
oleh karenanya dalam kegiatan belajar, peserta didik perlu sesering mungkin
diberi stimulus agar hubungan stumulus dan respon bersifat lebih kuat dan
menetap. Guthrie juga percaya bahwa
hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat
yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
4.
Teori Operant Conditioning Skinner
Skinner
adalah seorang yang berkebangsaan Amerika yang dikenal sebagai seorang tokoh
behaviorist yang meyakini bahwa perilaku individu dikontrol melalui proses operant
conditioning, yaitu bahwa seseorang dapat mengontrol tingkah laku organisme
melalui pemberian reinforcement yang
bijaksana dalam lingkungan yang relatif besar.
Menagemen kelas
menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain
dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan
dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yang tidak tepat. Operant
Conditioning adalah suatu proses perilaku operant (penguatan positif atau
negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau
menghilang sesuai dengan keinginan.
Teori belajar behavioristik ini telah lama dianut oleh para guru dan
pendidik, namun dari semua pendukuung teori ini, teori Skinnerlah yang paling
besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar Behavioristik.
Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram,
modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan
stimulus-respons serta mementingkan faktor-fktor penguat merupakan
program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar
yang dikemukakan oleh Skinner.[7]
Menurut
Skinner, berdasarkan percobaanya terhadap
tikus dan burung merpati, unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan.
Maksudnya adalah penguatan yang terbentuk melalui ikatan stimulus respon akan
semakin kuat bila diberi penguatan (penguatan positif dan penguatan negatif).
Bentuk
penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Sedangkan bentuk
penguatan negatif adalah antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan
tugas tambahan, atau menunjukkan
perilaku tidak senang.
Skinner tidak
percaya pada asumsi yang dikemukakan Guthrie bahwa hukuman memegang peranan
penting dalam proses pelajar. Hal tersebut menurut Skinner dikarenakan:
1)
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara.
2)
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari
jiwa
terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
3)
Hukuman mendorong si terhukum mencari cara lain (meskipun salah dan buruk)
agar ia
terbebas dari hukuman.
terbebas dari hukuman.
4)
Hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala
lebih
buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya dengan apa
yang disebut penguatan baik negatif maupun positif.[8]
buruk dari pada kesalahan pertama yang diperbuatnya. Skinner lebih percaya dengan apa
yang disebut penguatan baik negatif maupun positif.[8]
5.
Teori Kondisi
Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
Dalam
pemikiranya Pavlov berasumsi bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan
tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan.
Berangkat dari asumsi tersebut Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan
binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan
manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihanya secara hakiki, manusia
berbeda dengan binatang.
Pavlov
mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada seekor anjing.
Sehingga keluar kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu
makanan, maka akan keluar air liur anjing tersebut. Kemudian dalam percobaan
berikutya sebelum makanan diperlihatkan, diperlihatkanlah sinar merah
terlebih dahulu, kemudian baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan
keluar pula. Apabila perbuatan demikian di lakukan berulang-ulang, maka pada
suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka
air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah
rangsangan wajar, sedangkan merah rangsangan buatan. Ternyata kalau
perbuatan yang demikian dilakukan
berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat (kondisi) untuk
timbulnya air liur pada anjing tersebut. Dari eksperimen tersebut, setelah
pengkondisian atau pembiasaan,
dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh
sinar merah sebagai stimulus yang dikondisikan (conditioned stimulus).[9]
Ketika sinar merah dinyalakan ternyata air liur anjing keluar
sebagai responnya. Pavlov berpendapat bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun
dapat dilatih sebagaimana tersebut.
Apakah situasi
ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-hari ada
situasi yang sama pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es cream
Walls yang berkeliking dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi
setelah si penjual es cream sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa
menerbitkan air liur.
Dari contoh tersebut dapat
diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ternyata individu dapat
dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat
untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak
menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
D. Aplikasi teori
behavioristik dalam pembelajaran.
Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran yaitu karena memandang
pengetahuan adalah objektif, pasti, tetap dan tidak berubah pengetahuan
disusun dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowladge) kepada
orang yang belajar. Fungsi pikiran adalah untuk menjiplak struktur pengetahuan
yang sudah ada melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilih,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berfikir seperti ini ditentukan oleh
karakteristik struktur pengetahuan tersebut.
Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus
dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Aliran psikologi belajar yang sangat
besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil belajar. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya,
mendudukkan orang yang belajar sebagai individu
yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Secara umum langkah-langkah
pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh
Sociati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran tersebut antara lain :
1) Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran
2)
Menganalisis
lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan
awal siswa
awal siswa
3) Menentukan
materi pembelajaran
4) Memecah materi
pembelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi pokok bahasan, sub
pokok bahasan, topik dsb
pokok bahasan, topik dsb
5) Menyajikan
materi pembelajaran
6) Memberikan
stimulus, dapat berupa, pertanyaan baik lisan maupu tertulis, tes atau kuis,
latihan atau tugas-tugas
latihan atau tugas-tugas
7) Mengamati dan
mengkaji respon yang diberikan siswa
8)
Memberikan
penguatan atau reinforcement (mungkin penguatan positif ataupun penguatan
negatif), ataupun hukuman
negatif), ataupun hukuman
9) Memberikan
stimulus baru
10) Memberikan penguatan lanjutan atau
hukuman
Demikian
halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan
standar-standar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para
pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang
nyata dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang
dijangkau dalam proses evaluasi.
Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam
belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin.
Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan
sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga
ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar
atau peserta didik adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga
kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
E.
Tujuan
Pembelajaran Behaviorisme
Tujuan pembelajaran menurut teori
behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai
aktivitas mimetik, yang menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali
pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian
isi atau materi pelajaran menekankan pada keterampilan yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan.
1. Berkomunikasi
atau transfer prilaku adalah pengambaran pengetahuan dan kecakapan
peserta didik (tidak mempertimbangkan proses mental).
peserta didik (tidak mempertimbangkan proses mental).
2. Pengajaran
adalah untuk memperoleh keinginan respon dari peserta didik yang dimunculkan
dari stimulus.
dari stimulus.
3. Peserta didik
harus mengenali bagaimana mendapatkan respon sebaik mungkin pada kondisi
respon diciptakan.[11]
respon diciptakan.[11]
Pembelajaran
mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak
didasarkan pada buku teks atau buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan
mengungkapkan kembali isi buku teks atau buku wajib tersebut. Pembelajaran dan
evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi
menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang
benar. Maksudnya bila pebelajar menjawab secara benar sesuai dengan keinginan
guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas
belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagi bagian yang terpisah dari
kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran.
Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan pebelajar secara individual.
F. Prinsip-prinsip
Teori Pembelajaran Behavioristik
Dalam pembelajaran behavioristik pembelajaran
merupakan penguasan respons (Acquisition
of responses) dari lingkungan yang dikondisikan. Peserta didik haruslah
melihat situasi dan kondisi apa yang yang menjadi bahan pembelajaran.
Berikut
ini adalah prinsip-prinsip pembelajaran behavioristik yang menekankan pada
pengaruh lingkungan terhadap perubahan perilaku.
1) Menggunakan prinsip penguatan, yaitu untuk mengidentifikasi
aspek paling diperlukan
dalam pembelajaran untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik dapat mencapai
peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
dalam pembelajaran untuk mengarahkan kondisi agar peserta didik dapat mencapai
peningkatan yang diharapkan dalam tujuan pembelajaran.
2) Menidentifikasi karakteristik peserta didik, untuk
menetapkan pencapaian tujuan
pembelajaran.
pembelajaran.
Dalam bukunya Skinner juga memuat tentang
prinsip-prinsip behavioristik. Berikut
ini prinsip yang dikemukakan oleh Skinner dalam bukunya yang berjudul The Behavior of Organism.
Beberapa prinsip Skinner:
1) Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa,
jika salah dibetulkan, jika benar
diberi penguat.
diberi penguat.
2) Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
3) Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
4) Dalam proses pembelajaran, tidak digunkan hukuman. Untuk
itu lingkungan perlu diubah,
untukmenghindari adanya hukuman.
untukmenghindari adanya hukuman.
5) dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas
sendiri.
6) Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan
sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.
G. Kelebihan dan
kekurangan dalam teori pembelajaran behavioristik
Kelebihan, kekurangan dan permasalahan
yang muncul dalam pembelajaran
Sesuai dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Sesuai dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam
bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu.
Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan
harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang
diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
a. Kelebihan
Dalam teknik pembelajaran yang merujuk
ke teori behaviouristik terdapat beberapa kelebihan di antaranya :
1) Membiasakan
guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
2) Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas,
kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas,
kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3) Guru tidak
banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika
menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan
menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan
4) Teori ini cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi
peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.[14]
peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang
dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.[14]
b. Kekurangan
Teori
Thorndike terlalu memandang manusia sebagai mekanisme dan otomatisme disamakan
hewan.
1) Memandang
belajar merupakan asosiasi belaka antara stimulus dan respon.
2) Mengabaikan pengertian belajar sebagai
unsure pokok.
3) Proses belajar berlangsung secara
teoritis.
Selain
teorinya, beberapa kekurangan perlu dicermati guru dalam menentukan
teknik pembelajaran yang mengacu ke teori ini, antara
lain:
a) Sebuah
konsekuensi bagi guru, untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah
siap.
siap.
b) Tidak setiap
mata pelajaran bisa menggunakan metode ini.
c) Penerapan teori
behavioristik yang salah dalam suatu situasi pembelajaran juga mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan
bagi siswa yaitu guru sebagai sentral, bersikap otoriter,
komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang
harus dipelajari murid
d) Murid berperan
sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif
e) Penggunaan
hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa
f) Murid dipandang
pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang
diberikan guru.
diberikan guru.
H. Analisis Tentang Teori Behavioristik
Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar adalah sebagai suatu proses perubahan tingkah laku. Reinforcement dan punishment sebagai stimulus untuk merangsang pembelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih
menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan
menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu
keterampilan tertentu. Bagian-bagian
tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang kompleks
(Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik
telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Diantara teori tersebut, teori
Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar
behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang
berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor
penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan
teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Skinner dan
tokoh-tokoh lain pendukung teori behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakannya hukuman dalam kegiatan pembelajaran. Namun apa yang mereka sebut
dengan penguat negatif (negative reinforcement) cenderung membatasi
pembelajar untuk berpikir dan berimajinasi.
Menurut Guthrie
hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Namun ada beberapa
alasan mengapa Skinner tidak sependapat dengan Guthrie, yaitu:
1)
Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat sementara;
2)
Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi bagian dari
jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama;
3)
Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain (meskipun salah
dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan kata lain, hukuman dapat
mendorong si terhukum melakukan hal-hal lain yang kadangkala lebih buruk
daripada kesalahan yang diperbuatnya.
Skinner lebih
percaya kepada apa yang disebut sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak
sama dengan hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda dengan respon yang
sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai stimulus) harus dikurangi agar
respon yang sama menjadi semakin kuat. Misalnya, seorang pebelajar perlu
dihukum karena melakukan kesalahan.
Jika pebelajar
tersebut masih saja melakukan kesalahan, maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi
jika sesuatu tidak mengenakkan pebelajar (sehingga ia melakukan kesalahan)
dikurangi (bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong pebelajar untuk
memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut penguatan negatif.
I. Penutup
Behavioristik merupakan salah aliran
psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek–aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Menurut teori ini, peristiwa belajar
semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan
yang dikuasai individu. Refleks yang bisa memberikan respon kepada peserta
didik dalam proses pembelajaran.
Kaum behavioris
menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku berupa reinforcement
dan punishment, menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam
berperilaku. Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetik, yang menuntut pebelajar
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes.
Tokoh-Tokoh dan Pemikirannya
terhadap Teori Belajar Behavioristik.
a. Pavlov : Classic Conditioning
b. Skinner : Operant conditioning
c. Edwin Gut hrie : Conditioning
d. Watson : Conditioning
e. Thorndike : koneksionisme.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi
pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang
tersedia.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih, C., Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Kamalfachri, “Teori Behavioristik”,
dalam Website file:///H:/Teori
behavioristik dan
Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm, data diakses pada tanggal 2 Juni 2011.
Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm, data diakses pada tanggal 2 Juni 2011.
Gage, N.L., & Berliner, D. 1979. Educational Psychology.
Hall S. Calvin & Lindzey, Gardner, Psikology
kebribadian 3, Teori-Teori sifat dan behavioristik(diterjemahkan dari
bukuTheories of personality, New york, Santa barbara
Toronto, 1978) , yogyakarta: Kanisius, 1993.
Toronto, 1978) , yogyakarta: Kanisius, 1993.
Rasyad, Aminuddin. 2006. Teori Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta:PPS UHAMKA.
Riyanto, Yatim. 2009. Paradigma Baru
Pembelajaran. Jakarta: Pranada Media Group.
Skinner, The Behavior of
Organism, 1989.
Slavin, Belajar dan Pembelajaran, 2000.
Yamin,
Martinis. 2011. Paradigma Baru
Pembelajaran. Jakarta : Gaung Persada Press.
Warsita,
Bambang.2008. Teknologi Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta.
[8] Hall S. Calvin & Lindzey, Gardner, Psikology kebribadian 3, Teori-Teori
sifat dan behavioristik(diterjemahkan dari bukuTheories of
personality, New york, Santa barbara
Toronto, 1978) , yogyakarta: Kanisius, 1993.
Toronto, 1978) , yogyakarta: Kanisius, 1993.
[14] Kamalfachri, “Teori Behavioristik”, dalam Website file:///H:/Teori
behavioristik dan
Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm, data diakses pada tanggal 2 Juni 2011.
Permaslahan/Kamalfachri. Weblog.htm, data diakses pada tanggal 2 Juni 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar