A. Pendahuluan
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan
pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya
perubahan pada diri peserta didik. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat
ditunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan
tingkah laku ketrampilan, kecakapanya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya
penerimaanya. Jadi, belajar adalah suatu proses yang aktif, proses
mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada peserta didik. Belajar merupakan suatu
proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui situasi yang
ada pada peserta didik.
Belajar merupakan sebuah proses yang
terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami
setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku,
pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia
tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu
agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti
adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan
tersebut.
Bahwa hal yang mendorong seseorang
itu untuk belajar antara lain adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki
dunia yang lebih luas, adanya sifat kreatif yang ada pada manusia dan keinginan
untuk maju, adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru,
dan teman-teman, adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan
usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetensi, adanya
keinginan untuk mendapatkan rasa aman, adanya ganjaran atau hukuman sebagai
akhir dari pada belajar.[1]
Secara luas, teori belajar selalu
dikaitkan dengan ruang lingkup bidang psikologi atau bagaimanapun juga
membicarakan masalah belajar ialah membicarakan sosok manusia. Ini dapat
diartikan bahwa ada beberapa ranah yang harus mendapat perhatian. Ranah-ranah
itu ialah ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
Dalam suatu pembelajaran juga perlu
didukung oleh adanya suatu teori dan belajar, secara umum teori belajar
dikelompokan dalam empat kelompok atau aliran meliputi: (1) Teori Belajar
Behavioristik (2) Teori Belajar Kognitifistik (3) Teori Belajar
Konstruktifistik (4) Teori Belajar Humanistik.
Salah satu teori belajar yaitu
humanistik yang menekankan perlunya sikap saling menghargai dan tanpa prasangka
(antara klien dan terapist) dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah
kehidupannya. Teori ini menyakini bahwa klien sebenarnya memiliki jawaban atas
permasalahan yang dihadapinya dan tugas terapist hanya membimbing klien
menemukan jawaban yang benar. Menurut Rogers, dalam Sudrajat bahwa
teknik-teknik assessment dan pendapat para terapist bukanlah hal yang penting
dalam melakukan treatment kepada klien.[2]
Deskripsi di atas menunjukkan betapa
pentingnya mendeskripsikan dan mengkaji teori belajar humanistik dan
implikasinya dalam pembelajaran di tengah kegagalan pendidikan di Indonesia
yang lebih mementingkan dan hanya menjadikan aspek kognitif sebagai acuan
terbesar dalam mengukur kualitas pendidikan di Indonesia.
B.
Pengertian Teori Belajar Humanistik
Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang
pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk
mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Dalam teori belajar humanistik proses
belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini
sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini
lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya
yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar
dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti
apa yang bisa kita amati dalam dunia keseharian. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk
“memanusiakan manusia” (mencapai aktualisasi diri dan sebagainya) dapat
tercapai.
Dalam teori belajar humanistik, belajar
dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Menurut Uno, Teori belajar
ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari
sudut pandang pengamatnya.[3]
Menurut Sukardjo, menurut aliran humanistik para pendidik sebaiknya melihat
kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini.[4]
Selanjutnya Gagne dan Briggs dalam Uno mengatakan,
Bahwa pendekatan humanistik adalah pengembangan
nilai-nilai dan sikap pribadi yang dikehendaki secara sosial dan pemerolehan
pengetahuan yang luas tentang sejarah, sastra, dan pengolahan strategi berpikir
produktif. Pendekatan sistem bisa
dilakukan
sehingga para peserta didik dapat memilih suatu rencana pelajaran agar mereka
dapat mencurahkan waktu mereka bagi bermacam-macam tujuan belajar atau sejumlah
pelajaran yang akan dipelajari atau jenis-jenis pemecahan masalah dan
aktifitas-aktifitas kreatif yang mungkin dilakukan. pembatasan
praktis dalam pemilihan hal-hal itu mungkin di tentukan oleh keterbatasan
bahan-bahan pelajaran dan keadaan tetapi dalam pendekatan sistem itu sendiri
tidak ada yang membatasi keanekaragaman pendidikan ini.[5]
Tujuan utama para pendidik adalah
membantu si peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang
unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Jadi,
teori belajar humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang
mengedepankan bagaimana memanusiakan manusia serta peserta didik mampu
mengembangkan potensi dirinya.
C.
Tokoh Teori
Humanistik
1. Carl Rogers
Carl
R. Rogers dalam Hadis mengungkapkan,
Kurang menaruh perhatian kepada mekanisme proses belajar. Belajar dipandang
sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang
sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual
maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme
bahwa motifasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik.[6]
Roger
juga membedakan
dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak
bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran
melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna
terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi
tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Bagaimana
proses belajar dapat terjadi menurut teori belajar humanisme?
Orang belajar karena ingin mengetahui dunianya. Individu
memilih sesuatu untuk dipelajari, mengusahakan proses belajar dengan caranya
sendiri, dan menilainya sendiri tentang apakah proses belajarnya berhasil.
Menurut
Roger dalam hadis berpendapat,
Peranan guru dalam kegiatan belajar peserta didik menurut pandangan teori
humanisme adalah sebagai fasilitator yang berperan aktif dalam: (1) membantu
menciptakan iklim kelas yang kondusif agar peserta didik bersikap positif
terhadap belajar, (2) membantu peserta didik untuk memperjelas tujuan
belajarnya dan memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar, (3)
membantu peserta didik untuk memanfaatkan dorongan dan cita-cita mereka sebagai
kekuatan pendorong belajar, (4) menyediakan berbagai sumber belajar kepada
peserta didik, dan (5) menerima pertanyaan dan pendapat, serta perasaan dari
berbagai peserta didik sebagaimana adanya.[7]
2.
Arthur Combs
Belajar
terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi
yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan
terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus
mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan
kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perilaku peserta didik dengan
mencoba memahami dunia persepsi peserta didik tersebut sehingga apabila ingin
merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan
peserta didik yang ada.
Perilaku
internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak
guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa peserta didik mau belajar apabila
materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti
tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana
membawa si peserta didik untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi
pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs
memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang seperti dua lingkaran
(besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu.. Lingkaran kecil (1) adalah
gambaran dari persepsi diri dan
lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu
dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi,
hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu
terlupakan.
D. Prinsip-prinsip Teori Belajar Humanistik
Pendekatan
humanistik menganggap peserta didik sebagai a whole person atau orang
sebagai suatu kesatuan. Dengan kata lain, pembelajaran tidak hanya mengajarkan
materi atau bahan ajar yang menjadi sasaran, tetapi juga membantu peserta didik
mengembangkan diri mereka sebagai manusia.
Keyakinan
tersebut telah mengarahkan munculnya sejumlah teknik dan metodologi
pembelajaran yang menekankan aspek humanistik pembelajaran. Dalam
metodologi semacam itu, pengalaman peserta didik adalah
yang terpenting dan perkembangan kepribadian mereka serta penumbuhan perasaan
positif dianggap penting dalam pembelajaran mereka. Pendekatan humanistik
mengutamakan peranan peserta didik dan berorientasi pada kebutuhan. Menurut
pendekatan ini, materi atau bahan ajar harus dilihat sebagai suatu totalitas
yang melibatkan orang secara utuh, bukan sekedar sebagai sesuatu yang
intelektual semata-mata. Seperti halnya guru, peserta didik adalah manusia yang
mempunyai kebutuhan emosional, spritual, maupun intelektual. Peserta didik
hendaknya dapat membantu dirinya dalam proses belajar mengajar. Peserta didik
bukan sekedar penerima ilmu yang pasif.[8]
Beberapa prinsip Teori belajar Humanistik:
1.
Manusia mempunyai
belajar alami
2.
Belajar signifikan
terjadi apabila materi plajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan
maksud tertentu
3.
Belajar yang
menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4.
Tugas belajar yang
mengancam diri ialah lebih mudah dirasarkan bila ancaman itu kecil.
5.
Bila bancaman itu
rendah terdapat pangalaman peserta didik dalam memperoleh cara.
6.
Belajar yang
bermakna diperolaeh jika peserta didik melakukannya.
7.
Belajar lancer jika
peserta didik dilibatkan dalam proses belajar.
8.
Belajar yang
melibatkan peserta didik seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
9.
Kepercayaan pada
diri pada peserta didik ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas
diri.
10.
Belajar sosial
adalah belajar mengenai proses belajar.
Roger
sebagai ahli dari teori belajar humanisme mengemukakan beberapa prinsip belajar
yang penting yaitu: (1). Manusia itu memiliki keinginan alamiah untuk belajar,
memiliki rasa ingin tahu alamiah terhadap dunianya, dan keinginan yang mendalam
untuk mengeksplorasi dan asimilasi pengalaman baru, (2). Belajar akan cepat dan
lebih bermakna bila bahan yang dipelajari relevan dengan kebutuhan peserta
didik, (3) belajar dapat di tingkatkan dengan mengurangi ancaman dari luar, (4)
belajar secara partisipasif jauh lebih efektif dari pada belajar secara pasif
dan orang belajar lebih banyak bila belajar atas pengarahan diri sendiri, (5)
belajar atas prakarsa sendiri yang melibatkan keseluruhan pribadi, pikiran
maupun perasaan akan lebih baik dan tahan lama, dan (6) kebebasan, kreatifitas,
dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan evaluasi diri orang
lain tidak begitu penting.
D. Tahap-tahap Belajar
Banyak tokoh
penganut aliran humanistik, di antaranya
adalah Kolb yang terkenal dengan “Belajar Empat Tahap”nya, honey dan Mumford
dengan pembagian tentang macam-macam siswa, Hubermas dengan “Tiga macam tipe
belajar”nya, Pandangan masing-masing
tokoh terhadap belajar :
Pandangan Kolb Terhadap Belajar.Kolb seorang ahli penganut aliran
humanistic membagi tahap-tahap belajar menjadi empat, yaitu:
a)
Tahap Pengalaman Konkrit
Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah
seseorang mampu atau dapat mengalami suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia
dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai
dengan apa yang dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakekat
dari peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya,
dan belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia
juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti itu.
Kamamupan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling awal
dalam proses belajar
b)
Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah
bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif
terhadap peristiwa yang dilaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan
memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang
dialaminya, dengan mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa
terjadi, dan mengapa hal itu mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa
yang dialaminya semakin berkembang. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki
seseorang pada tahap kedua dalam proses belajar.
c)
Tahap Konseptualisasi
Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah
seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu
teori, konsep atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek
perhatiannya. Berpikir induktif banyak dilakukan untuk memuaskan suatu aturan
umum atau generalisasi dari berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun
kejadian-kejadian yang diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki
komponen-komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama
d)
Tahap Eksperimentasi Aktif
Tahap tarakhir dari peristiwa belajar adalah
melakukan eksperimentasi secara aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu
untuk mengaplikasikan konsep-konsep, teori-teori atau aturan-aturan kedalam
situasi yang nyata. Berpikir deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan
menguji teori-teori serta konsep-konsep dilapangan. Ia mampu menggunakan teori
atau rumus-rumus untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
F. Aplikasi Teori Belajar Humanistik
Aplikasi
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator
bagi para peserta didik sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai
makna belajar dalam kehidupan peserta didik. Guru memfasilitasi pengalaman
belajar kepada peserta didik dan mendampingi peserta didik untuk memperoleh
tujuan pembelajaran. (Sumanto, 1998: 235)
Peserta
didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi
diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi
diri yang bersifat negatif.
Tujuan
pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
1.
Merumuskan tujuan belajar yang jelas
2.
Mengusahakan partisipasi aktif peserta didik melalui kontrak belajar yang
bersifat jelas ,
jujur
dan positif.
3.
Mendorong peserta didik untuk mengembangkan kesanggupan peserta didik untuk
belajar
atas
inisiatif sendiri
4.
Mendorong peserta didik untuk peka berpikir kritis, memaknai proses
pembelajaran secara
mandiri
5. Peserta didik di dorong untuk bebas mengemukakan
pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan
apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
6.
Guru menerima peserta didik apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran peserta
didik,
tidak
menilai secara normatif tetapi mendorong peserta didik untuk bertanggungjawab
atas
segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7.
Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8.
Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi peserta
didik.[9]
Pembelajaran
berdasarkan teori humanistik ini tepat untuk diterapkan. Keberhasilan aplikasi
ini adalah peserta didik merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar
dan terjaadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
Peserta didik diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh
pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab
tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin
atau etika yang berlaku.
F. Implikasi Teori Belajar Humanistik
Penerapan
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para peserta didik sedangkan guru
memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan peserta
didik. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada peserta didik dan
mendampingi peserta didik untuk memperoleh tujuan pembelajaran.
Peserta
didik berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai
proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan peserta didik memahami potensi
diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi
diri yang bersifat negatif.
Psikologi
humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah
berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator,
yaitu:
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan
suasana awal, situasi kelompok, atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas
tujuan-tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing
peserta didik untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai
kekuatan pendorong, yang tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk
belajar yang paling luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik untuk membantu mencapai tujuan
mereka.
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang
fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok
kelas, dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan
mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi
kelompok.
7. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator
berangsur-sngsur dapat berperanan sebagai seorang peserta didik yang turut berpartisipasi,
seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
peserta didik
yang lain.
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok,
perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi
sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh peserta didik.
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang
menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar.
Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan
harus mencoba untuk menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.[10]
Guru-guru cenderung berpendapat
bahwa pendidikan adalah pewaris kebudayaan,
pertanggungan
jawaban sosial dan bahan pembelajaran yang khusus, mereka percaya bahwa masalah
ini tidak dapat di serahkan begitu saja kepada peserta didik.
Ciri-ciri guru yang
fasilitatif adalah :
1. Merespon
perasaan peserta didik
2. Menggunakan
ide-ide peserta didik untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog dan
berdiskusi dengan peserta didik
4. Menghargai
peserta didik
5. Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan isi kerangka
berpikir peserta didik (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari
peserta didik)
7. Tersenyum pada peserta
didik.
G. Simpulan
Dari
deskripsi yang dikemukakan pada pembahasan, dapat dikemukakan beberapa poin
penting sebagai simpulan, yaitu:
1. Teori Belajar
Humanistik adalah suatu teori dalam pembelajaran yang mengedepankan bagaimana
memanusiakan manusisa serta peserta didik mampu mengembangkan potensi dirinya
2. Tokoh dalam
teori ini adalah C. Roger dan Arthur Comb.
3. Aplikasi dalam teori ini, peserta didik diharapkan
menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan
mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku serta
guru hanya sebagai fasilitator.
4. Teori
belajar humanistik merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari
dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut.
Teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru
sebagai fasilitator.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar