BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia adalah
merupakan makhluk Tuhan yang tergolong sangat istimewa, di mana ia diberikan
suatu sifat yang tidak dimiliki oleh makhluk yang lainnya, yakni sifat selalu
dan serba ingin tahu. Dengan keistimewaan itu pula manusia disebut sebagai
satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh.
Makhluk lain seperti binatang juga
mempunyai pengetahuan, akan tetapi pengetahuan yang ada padanya hanya terbatas
pada kelangsungan hidupnya semata. Sedang manusia mengembangkan pengetahuannya
itu untuk mengatasi kebutuhan kelangsungan hidupnya dan tidak henti-hentinya
memikirkan hal-hal baru, Dalam hidup dan kehidupannya, manusia mengembangkan
kebudayaan, memberi makna kepada kehidupannya serta berusaha memanusiakan diri
dalam hidupnya.
manusia mempunyai bahasa yang mampu
mengomunikasikan informasi dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi
tersebut, manusia juga mempunyai kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka
berpikir tertentu, yang biasa disebut dengan “penalaran” (suatu proses berpikir
dalam menarik suatu kesimpulan berupa pengetahuan).
B. Rumusan Masalah
Atas dasar batasan
masalah diatas, maka masalah yang akan dibahas dalam makalah ini di rumuskan
sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan hakikat pengetahuan ?
2.
Apa perbedaan ilmu dan pengetahuan ?
3.
Apa yang dimaksud dasar-dasar pengetahuan ?
4.
Apakah
sumber sumber pengetahuan ?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan
masalah yang telah di uraikan diatas maka tujuan penulisan dalam makalah ini
dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
a. Secara
biologis manusia memang diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, karena
adanya berbagai kesamaan dengan hewan. Namun, manusia dikatakan memiliki
keunggulan terutama pada kecerdasannya.
b.
Pengetahuan
(knowledge) adalah sesuatu yang diketahui langsung dari pengalaman, berdasarkan
panca indra, dan diolah oleh akal budi secara spontan. Ilmu adalah seluruh
usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
c.
Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka
menemukan kebenaran, kita dapat bedakan jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan
yang didapatkan melalui usaha aktif dari manusia untuk menemukan kebenaran,
baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain seperti perasaan dan intusi.
Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari kegiatan aktif menusia melainkan
ditawarkan atau diberikan seperti ajaran agama.
d.
Sumber pengetahuan merupakan aspek-aspek
yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan muncul dalam kehidupan
manusia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Ilmu Pengetahuan
Secara biologis manusia memang diklasifikasikan ke
dalam kingdom Animalia, karena adanya berbagai kesamaan dengan hewan. Namun,
manusia dikatakan memiliki keunggulan terutama pada kecerdasannya. Karena hanya
manusialah yang mampu menafsirkan alam semesta beserta interaksi-interaksi yang
ada di dalamnya melalui rasa ingin tahu. Banyak ilmuwan yang telah berupaya
mengidentifikasi perihal kemamapuan manusia untuk “tahu” ini, contohnya melalui
tinjauan otak manusia. Manusia itu mempunyai otak besar serta kulit otak yang
paling sempurna tumbuhnnya dan paling banyak berliku-likunya. Ini menyebabkan
bahwa ia menjadi suatu ‘binatang berpikir’, sehingga ia membuka
kemungkinan-kemungkinan bagi kekuatan berpikir, daya mengangan-angankan,
kesadaran dan keinsafan, kemampuan bicara, daya belajar yang sempurna sekali
dan daya menggunakan alat. Melalui penerjemahan tentang otak tersebut, ilmuwan
mencoba memberikan kesimpulan bahwa rasa ingin tahu manusia dapat ada karena
salah satunya didukung oleh fisiologi sel-sel otak manusia. Namun sejauh yang
penulis ketahui, belum ada ilmu yang mampu menjelaskan lebih rinci mengenai
kemampuan dan mekanisme kerja otak manusia yang dapat berpikir untuk tahu, menganalisis,
mengingat, dan berangan-angan. Setidaknya biologi telah berupaya menjelaskan
otak manusia tersebut, yang dapat memberikan informasi terkait rasa ingin tahu
manusia.
Rasa ingin tahu yang ada pada manusia menjadikan
manusia memiliki pengetahuan. Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata
dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Sedangkan secara terminologi dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui;
segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Dalam
penjelasan lain, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk
tahu. Melalui dua pengertian di atas, dapatlah dipahami secara sederhana bahwa
pengetahuan merupakan segala sesuatu yang manusia ketahui sebagai hasil dari
proses mencari tahu. Pengetahuan menjadi sebuah hal yang luar biasa dalam
peradaban manusia, karena melalui pengetahuanlah aspek-aspek dalam peradaban
manusia berkembang yang kemudian seluruhnya dapat dibedakan berdasarkan
ontologi, epistemologi dan aksiologinya.
Agar lebih sederhana dalam memahami pengetahuan ini,
maka penulis menganalogikan dengan hal berikut: Anda adalah mahasiswa baru di
sebuah Universitas, kemudian Anda ingin mengetahui perpustakaan Universitas
tersebut. Oleh karena itu, Anda menanyakan pada seseorang, yang kemudian dengan
informasi yang diberikannya Anda akhirnya tahu dan dapat menemukan perpustakaan
Universitas. Informasi yang Anda tanyakan tadi akhirnya membantu Anda untuk
menemukan perpustakaan Universitas. Informasi tentang perpustakaan Universitas
yang baru Anda dapatkan tadi, itulah pengetahuan baru bagi Anda.
Manusia berpengetahuan bukan semata-mata untuk
mempertahankan keberlangsungan hidupnya, melainkan memiliki tujuan-tujuan
tertentu. Pada masa lalu, manusia berupaya mencari tahu untuk mengetahui suatu
hal, umumnya menggunakan cara-cara yang sederhana yakni melalui aktivitasnya
dengan alam. Sehingga ia akan menemukan cara hidup yang sesuai dengan alam.
Untuk dapat memahami tahapan pengetahuan, secara umum August Comte (1798-1857)
membagi tiga tingkat perkembangan pengetahuan manusia dalam tahap religius,
metafisik dan positif. Tahapan tersebut jugalah yang ada pada peradaban bangsa
Indonesia. Pada tahap pertama, asas religilah yang dijadikan postulat ilmiah
sehingga ilmu merupakan deduksi atau penjabaran dari ajaran religi. Tahap
kedua, orang mulai berspekulasi tentang metafisika (kebendaan) ujud yang
menjadi objek penelaahan yang terbebas dari dogma religi dan mengembangkan
sistem pengetahuan di atas dasar postulat metafisik tersebut. Sedangkan tahap
ketiga adalah tahap pengetahuan ilmiah, (ilmu) di mana asas-asas yang
dipergunakan diuji secara positif dalam proses verifikasi yang objektif.
Berdasarkan tahapan pengetahuan yang telah
dikembangkan oleh August Comte, dapatlah dipahami bahwa pengetahuan manusia
pada mulanya didasari dengan suatu sikap pasif terhadap alam semesta. Sehingga
yang muncul adalah kepatuhan terhadap alam semesta dengan cara memujanya agar
kebaikan-kebaikanlah yang didapatkan dari alam. Hal ini dapat diketahui melalui
adat-istiadat beberapa masyarakat kita yang masih mengadakan ritual tertentu
sebagai bentuk penghormatan terhadap alam. Secara sederhana masyarakat
memandang lingkungan sekitarnya penuh dengan sumber daya alam yang dapat
dimanfaatkan, maka sistem pengetahuannya menyatakan bahwa semua itu adalah
karunia sesuatu yang tidak tampak. Akhirnya kekompleksitasan yang ada pada alam
semesta menjadikan manusia pada zaman dahulu mencoba menafsirkan alam semesta
dengan mengkaitkannya pada wujud dan sifat-sifat manusia. Kemudian
termanifestasikanlah ke dalam bentuk para dewa. Karena pada dasarnya, setiap
suku bangsa umumnya mempunyai cerita mitos yang merupakan hasil pemikiran
masyarakat. Mitos mengandung unsur-unsur simbolik yang mempunyai arti dan pesan
bagi hubungan sosial maupun kehidupan sehari-hari masyarakat.
Masyarakat Indonesia juga memiliki mitos sendiri yang
berasal dari asimilasi paham animisme dengan paham Hindu dalam tindakan
religius orang Jawa, akhirnya melahirkan berbagai bentuk dewa. Dapatlah dianalogikan
perkembangan pengetahuan manusia menurut August Comte seperti ini, manusia yang
hidup dengan mengandalkan alam seperti pertanian. Sebagai contoh, masyarakat
Jawa mempercayai bahwa melimpahnya tanaman yang tumbuh di tanah Jawa sebagai
karunia Yang Maha Kuasa, yang diperoleh melalui pengorbanan seorang dewi, yaitu
Dewi Sri. Melalui pemahaman akan adanya sosok Dewi Sri tersebut, maka
masyarakat menganggap tumbuhan yang melimpah adalah karunia sehingga memerlukan
perlakuan yang baik. Maka, untuk menjaga agar tumbuhan tetap dapat tumbuh subur
dan menghasilkan panen yang melimpah, masyarakat menggelar ritual untuk
“menyenangkan” dan menghormati Sang Dewi. Hal tersebut umumnya diselenggarakan
dalam bentuk upacara-upacara pada proses penanaman padi, mulai dari pembenihan
hingga panen bahkan ketika terjadi gagal panen.
Oleh karena itu, jika pada suatu waktu padi yang
ditanam tiba-tiba menjadi mengering dan tidak memberikan hasil panen yang
memuaskan, manusia menyimpulkan bahwa alam telah marah padanya karena kurang
dimuliakan maka mulailah mereka kembali memuliakan alam melalui ritual-ritual
tertentu. Hal tersebut sebagai manifestasi dari pengetahuan manusia bahwa ada
kekuatan di luar diri manusia yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia, maka
manusia harus memulikan kekuatan tersebut agar kehidupan manusia dapat
terjamin. Setelah itu, pengetahuan manusia terus berkembang, sehingga memandang
fenomena tanaman yang tiba-tiba tidak produktif ternyata terjadi secara
berkala, yakni pada suatu waktu tertentu. Melalui pengalaman tersebut akhirnya
manusia menyimpulkan bahwa bukan semata-mata alam marah jika tanaman tidak
berproduksi melainkan hal tersebut terjadi karena suatu hal yang tidak nyata di
alam namun memiliki pengaruh pada pertumbuhan tanaman, seperti musim. Akhirnya
berdasarkan pengalaman manusia, pengetahuannya menyimpulkan bahwa ketika musim
tertentu (kemarau) padi yang ditanam tidak akan membuahkan hasil. Dengan
demikian pada tahap pengetahuan yang kedua ini, manusia mulai menafsirkan bahwa
alam memiliki siklus musim dan jenis tanaman apa yang dapat ditanam pada musim
tertentu. Namun, manusia belum dapat berbuat banyak karena hanya sekedar
mengetahui adanya musim pengering. Maka, mereka memulai untuk mengantisipasi
ketersediaan air melalui sistem irigasi secara sederhana.
Selanjutnya, di tahap akhir manusia menafsirkan alam
berdasarkan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Manusia mencoba menafsirkan
mengapa musim kemarau itu dapat terjadi dan pada dewasa ini cenderung tidak
dapat terprediksikan. Sehingga seharusnya mereka dapat memanen hasil pertanian
namun terkadang gagal panen karena kekeringan yang melanda. Pada tahap
selanjutnya inilah, manusia mulai mengenal ilmu pengetahuan maka untuk
menafsirkan fenomena alam yang tidak terprediksikan tersebut mulailah manusia
meninjaunya secara lebih objektif atau berdasarkan kondisi alam itu sendiri.
Seringkali pengetahuan manusia itu tumpuk-menumpuk,
tumpang tindih. Pengetahuan yang dimiliki sering samakin rumit dan berbenturan
satu sama lain. Untuk membedakan jenis pengetahuan yang satu dari
pengetahuan-pengetahuan lainnya memang tidak mudah. Khazanah kehidupan manusia
yang begitu luas memang memungkinkan menguasai segala pengetahuan. Satu orang
menguasai berbagai ilmu pegetahuan mulai dari yang sederhana sampai ke yang
kompleks. Tiap pengetahuan tentu ada berbagai ciri khas. Hal ini memungkinkan
kita mengenali berbgai pengetahuan yang ada seperti ilmu pengetahuan, seni, dan
agama serta meletakkan mereka pada tempatnya masing-masing yang saling
memperkaya kehidupan kita. Orang dapat mengenal hakikat, sastra, dan budaya
menurut katagori tertentu. Tanpa mengenal kategori atau ciri-ciri tiap
pengetahuan dengan benar maka bukan saja kita dapat memanfaatkan kegunaannya
secara maksimal namun kadang kita bisa terjerumus.
1. Syarat-syarat
ilmu
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu
merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab
sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai
ilmu. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigm
ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
a. Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri
dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun
bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena
masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah
kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut
kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek
penunjang penelitian.
b. Metodis adalah upaya-upaya yang
dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam
mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara
tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani
“Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode
tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
c. Sistematis. Dalam
perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus
terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk
suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun
secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang
ketiga.
d. Universal. Kebenaran
yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak
bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal
merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial
menyadari kadar ke umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan
ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu
untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus
tersedia konteks dan tertentu pula.
Ilmu (sains) berasal dari bahasa laatin scientin yang berarti knowledge.
Ilmu dipahami sebagai proses penyelidikan yang berdisiplin tertentu. Ilmu
bertujuan untuk meramalkan dan memahami gejala-gejala alam. Meramalkan tidak
lain sebuah proses. Meramalkan bisa saja melalui penafsiran. Ilmu sebenarnya
juga sebuah pengetahuan, namun telah melalui proses penataan yang sistematis.
Ilmu telah memiliki metodologi yang andal. Ilmu dan pengetahuan sering kali
dikaitkan, hingga membentuk dunia ilmiah. Gabungan ilmu dan pengetahuan selalu
terjadi di raanah penelitian apapun. Ilmu tanpa pengetahuan tentu sulit
terjadi. Pengetaahuan yang disertai ilmu, jelas akan lebih esensial.
Ilmu pengetahuan ialah ilmu
pengetahuan yang telah diolah kembali dan disusun secara metodis, sistematis,
konsisten, dan koheren. Inilah ciri-ciri ilmu pengetahuan, yang membedakan
degan pengetahuan biasa. Agar pengetahuan menjadi ilmu, maka pengetahuan tadi
harus dipilih (menjadi suatu bidang tertentu dari kenyataan) dan disusun secara
metodis, sistematis, serta konsisten. Pengetahuan dan ilmu pengetahuan tentu
berkaitan dengan realitas.orang yang mempelajari pengetahuan dan ilmu
pengetahuan akan menelususri realitas secara cermat. Hakikat kenyataan atau
realiats memang bisa didekati dari sisi ontologi dengan dua macam sudut padang
yaitu kuantitatif dan kualitatif.
Atas dasar pelacakan realitas,
pengetahuan dan ilmu pengetahuan semakin kaya. Secara sederhana ontologi bisa
dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara
kritis. Realita itu yang menarik perhatian para ilmuan. Tanpa realitas, kita
sulit menyebut di dunia ini ada bermacam-macam air, bunga, angin, jamur, dan
lain-lain. Realitas pula yang hendak menyadarkan manusia hingga tahu, bahwa
ketika orang minum teh, sebenarnya sedang menikmati bunga, air, daun, dan
sebagainya. Biarpun hanya minum teh, sebenarnya manusia tengah berfikir ribuan
orang yang menghasilkan teh itu. Jadi, ontologi akan menguraikan asal-usul
suatu fenomena secara mendasar atas dasar fakta-fakta, data-data, dan metode
yang mantap.
B. Ilmu dan Pengetahuan
Kesadaran manusia secara garis besar terbagi atas tiga dimensi yang amat
penting. Pengalaman, perasaan dan pengetahuan. Ketiga dimensi itu berbeda
secara substantif tetapi sangat saling berkaitan.
Setiap ilmu (sains) adalah pengetahuan (knowledge), tetapi tidak setiap
pengetahuan adalah ilmu. Ilmu adalah semacam pengetahuan yang telah disusun
secara sistematis. Bagaimana cara menyusun kumpulan pengetahuan agar menjadi
ilmu? Jawabnya pengetahuan itu harus dikandung dulu oleh filsafat , lalu
dilahirkan, dibesarkan dan diasuh oleh matematika, logika, bahasa, statistika
dan metode ilmiah. Maka seseorang yang ingin berilmu perlu memiliki pengetahuan
yang banyak dan memiliki pengetahuan tentang logika, matematika, statistika dan
bahasa. Kemudian pengetahuan yang banyak itu diolah oleh suatu metode tertentu.
Metode itu ialah metode ilmiah. Pengetahuan tentang metode ilmiah diperlukan
juga untuk menyusun pengetahuan-pengetahuan tersebut untuk menjadi ilmu dan
menarik pengetahuan lain yang dibutuhkan untuk melengkapinya.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan
manusia menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia
yang merupakan hasil dari proses usaha manusia untuk tahu. Dalam
perkembangannya pengetahuan manusia berdiferensiasi menjadi empat cabang utama,
filsasat, ilmu, pengetahuan dan wawasan. Untuk melihat perbedaan antara empat
cabang itu, saya berikan contohnya: Ilmu kalam (filsafat), Fiqih (ilmu), Sejarah
Islam (pengetahuan), praktek Islam di Indonesia (wawasan). Bahasa, matematika,
logika dan statistika merupakan pengetahuan yang disusun secara sistematis,
tetapi keempatnya bukanlah ilmu. Keempatnya adalah alat ilmu.
Untuk bepengetahuan seseorang cukup buka mata, buka telinga, pahami
realitas, hafalkan, sampaikan. Adapun untuk berilmu, maka metodenya menjadi
lebih serius. Tidak sekedar buka mata, buka telinga, pahami realitas, hafalkan,
sampaikan, secara serampangan. Seseorang yang ingin berilmu, pertama kali ia
harus membaca langkah terakhir manusia berilmu, menangkap masalah, membuat
hipotesis berdasarkan pembacaan langkah terakhir manusia berilmu, kemudian
mengadakan penelitian lapangan, membuat pembahasan secara kritis dan akhirnya
barulah ia mencapai suatu ilmu. Ilmu yang ditemukannya sendiri.
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang
suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu. Ilmu merupakan bagian
dari pengetahuan yang diketahui manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya
seperti seni dan agama. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental. Tiap
jenis pengetahuan pada dasarnya menjawab jenis pertanyaan tertentu yang
diajukan. Secara Ontologis ilmu membatasi diri pada kajian obyek yang berada dalam
lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki daerah penjelajahan yang
bersifat trasendental yang berada di luar pengalaman kita.
Cara menyusun pengetahuan dalam kajian filsafati disebut epistemologi,
dan landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah. Setiap jenis pengetahuan
mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun.
Pengetahuan dikumpulkan oleh ilmu dengan tujuan untuk menjawab permasalahan
kehidupan yang sehari-hari dihadapi manusia. Pemecahan tersebut pada dasarnya
adalah dengan meramalkan dan mengontrol gejala alam. Untuk bisa meramalkan dan
mengontrol sesuatu, maka kita harus menguasai pengetahuan yang menjelaskan
peristiwa itu.
Pengetahuan itu merupakan pengetahuan awam apabila orang hanya sadar saja
tentang adanya gejala tersebut; dia dapat mengetahui bahwa gejala itu ada.
Selanjutnya, dari banyak gejala yang disadarinya sebagai pengetahuan awam tersebut,
dapat juga olehnya dirasakan atau dilihat hal lain, yaitu hubungan saling
pengaruh yang ada antara satu gejala dengan gejala lainnya. Sebagai contoh,
pengalaman atau pengamatan bahwa, bila mendung biasanya lalu hujan. Pengetahuan
tentang hubungan dua gejala tersebut juga merupakan pengetahuan awam, walaupun
pada tingkat yang lebih tinggi. Pengetahuan orang tentang suatu gejala
merupakan pengetahuan ilmiah apabila dia dapat menjelaskan secara logis
struktur dari gejala itu, jadi tidak hanya sadar tentang adanya gejala itu.
C.
Dasar-Dasar Pengetahuan
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam
menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya
merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan
tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapat melalui kegiatan merasa
atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan
kegiatan berpikir dan bukan dengan perasaan. Penalaran mempunyai ciri, yaitu:
merupakan suatu proses berpikir logis, dimana berpikir logis diartikan sebagai
kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu dan
sifat analitik dari proses berpikirnya, menyandarkan diri pada suatu analisis
dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut aalah logika
penalaran yang bersangkutan, artinya kegiatan berpikir analisis adalah
berdasarkan langkah-langka tertentu. Tidak semua kegiatan berpikir mendasarkan
pada penalaran seperti perasaan dan intuisi.
Ditinjau dari hakikat usahanya, maka dalam rangka
menemukan kebenaran, kita dapat bedakan jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan
yang didapatkan melalui usaha aktif dari manusia untuk menemukan kebenaran,
baik secara nalar maupun lewat kegiatan lain seperti perasaan dan intusi.
Kedua, pengetahuan yang didapat tidak dari kegiatan aktif menusia melainkan
ditawarkan atau diberikan seperti ajaran agama. Untuk melakukan kagiatan
analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi pengetahuan
yang berasal dari sumber kebenaran yaitu dari rasio (paham rasionalisme) dan
fakta (paham empirisme). Penalaran ilmiah pada hakikatnya merupakan gabungan
penalaran deduktif (terkait dengan rasionalisme) dan induktif (terkait dengan
empirisme).
. Penalaran merupakan proses berpikir yang membuahkan
pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran itu mempunyai
dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara
tertentu. Penarikan kesimpulan dianggap benar jika penarikan kseimpulan
dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut
dengan logika.
Manusia sebagai ciptaan Tuhan yang sempurna dalam
memahami alam sekitarnya terjadi proses yang bertingkat dari pengetahuan
(sebagai hasil tahu manusia), ilmu dan filsafat. Pengetahuan (knowledge) adalah
hasil tahu dari manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa
air, apa manusia, apa alam, dan sebagainya.
Sedangkan ilmu (science) bukan sekedar menjawab “what”
melainkan akan menjawab pertanyaan “why” dan “how”, misalnya mengapa air
mendidih bila dipanaskan, mengapa bumi berputar, mengapa manusia bernapas, dan
sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu. Tetapi
ilmu dapat menjawab mengapa dan bagaimana sesuatu tersebut terjadi.
Apabila pengetahuan itu mempunyai sasaran tertentu,
mempunyai metode atau pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga
memperoleh hasil yang dapat disusun secara sistematis dan diakui secara
universal maka terbentuklah disiplin ilmu. Dengan
perkataan lain, pengetahuan itu dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi
kriteria sebagai berikut :
1. Mempunyai
objek kajian
2. Mempunyai
metode pendekatan
3. Bersifat
universal (mendapat pengakuan secara umum)
Sedangkan filsafat adalah suatu ilmu yang kajiannya
tidak hanya terbatas pada fakta-fakta saja melainkan sampai jauh diluar fakta
sampai batas kemampuan logika manusia. Ilmu mengkaji kebenaran dengan bukti
logika atau jalan pikiran manusia. Dengan
perkataan lain, batas kajian ilmu adalah fakta sedangkan batas kajian filsafat
adalah logika atau daya pikir manusia. Ilmu menjawab pertanyaan “why” dan “how”
sedangkan filsafat menjawab pertanyaan “why, why, dan why” dan seterusnya
sampai jawaban paling akhir yang dapat diberikan oleh pikiran atau budi
manusia.
Dalam perkembangan filsafat menjadi ilmu terdapat
taraf peralihan. Dalam taraf peralihan ini maka bidang pengkajian filsafat
menjadi lebih sempit, tidak lagi menyeluruh melainkan sektoral. Disini orang
tidak lagi mempermasalahkan moral secara keseluruhan melainkan mengaitkannya
dengan kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang kemudian
berkembang menjadi ilmu ekonomi.
Namun demikian dengan taraf ini secara konseptual ilmu
masih mendasarkan diri pada norma-norma filsafat. Misalnya ekonomi masih
merupakan penerapan etika (appliet ethics) dalam kegiatan manusia memenuhi
kebutuhan hidupnya. Metode yang dipakai adalah normatif dan deduktif (berpikir
dari hal-hal yang umum kepada yang bersifat khusus) berdasarkan asas-asas moral
yang filsafat.
Pada tahap selanjutnya ilmu menyatakan dirinya otonom
dari konsep-konsep filsafat dan bertumpu sepenuhnya pada hakekat alam
sebagaimana adanya. Pada tahap peralihan, ilmu masih mendasari diri pada norma
yang seharusnya sedangkan dalam tahap terakhir ilmu didasarkan atas
penemuan-penemuan. Sehingga
dalam menyusun teori-teori ilmu pengetahuan tentang alam dan isinya ini maka
manusia tidak lagi mempergunakan metode yang bersifat normatif dan deduktif
melainkan kombinasi antara deduktif dan induktif (berpikir dari hal-hal yang
bersifat khusus kepada hal-hal yang bersifat umum) dengan jembatan yang berupa
pengujian hipotesis. Selanjutnya
proses ini dikenal sebagai metoda deducto hipotetico-verivikatif dan metode ini
dipakai sebagai dasar pengembangan metode ilmiah yang lebih dikenal dengan
metode penelitian. Selanjutnya melalui atau menggunakan metode ilmiah ini akan
menghasilkan ilmu.
August Comte (1798-1857) membagi 3 tingkat
perkembangan ilmu pengetahuan tersebut diatas kedalam tahap religius, metafisik,
dan positif. Hal ini dimaksudkan dalam tahap pertama maka asas religilah yang
dijadikan postulat atau dalil ilmiah sehingga ilmu merupakan deduksi atau
penjabaran dari ajaran religi (deducto). Dalam tahap
kedua, orang mulai berspekulasi, berasumsi, atau membuat hipotesis-hipotesis
tentang metafisika (keberadaan) ujud yang menjadi objek penelaahaan yang
terbatas dari dogma religi dan mengembangkan sistem pengetahuan berdasarkan
postulat metafisika tersebut (hipotetico). Sedangkan tahap ketiga adalah tahap
pengetahuan ilmiah dimana asas-asas yang dipergunakan diuji secara positif
dalam proses verivikasi yang objektif (verivikatif).
D. Sumber Pengetahuan
Sumber pengetahuan merupakan
aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan muncul
dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi
manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. pertama, mendasarkan diri
pada rasional dan mendasarkan diri pada fakta. Disamping itu adanya intuisi dan
wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses
penalaran tertentu, seperti ”orang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu
masalah tiba-tiba menemukan jawabannya.
Salah satu pembahasan dalam
epistimoogi adalah sumber-sumber ilmu pengetahuan. Sumber pengetahuan pada
masyarakat relegius berawal dari sesuatu yang sakral dan transenden. Tuhan
merupakan sumber dan sebab pertama “causa prima” dari segala sesuatu. Manusia
tidak akan menemukan kebenaran yang hakiki selama meninggalkan yang essensi
ini. Sumber pengetahuan terdiri atas:
1.
Wahyu
Wahyu, dalam arti bahasanya adalah isyarat yang cepat,
wahyu adalah kata masdhar yang memiliki pengertian dasar tersembunyi dan cepat,
terkadang juga wahyu digunakan dalam kata isim maf’ul, diwahyukan. Wahyu
sendiri secara syara’ adalah sumber pengetahuan yang diberikan Allah kepada
para Nabi dan Rasul-Nya.[4] wahyu bukan saja mengajarkan tentang pengetahuan
yang bersifat indrawi dan terbatas pada pengalaman, tetapi juga menembus batas
waktu dan tempat dalam masalah-masalah yang transedental seperti hari kemudian,
latar belakang penciptaan manusia, dan rahasia kehidupan setelah mati. Wahyu
adalah sumber pengetahuan yang bersandar pada otoritas Tuhan sebagai sang Maha
Ilmu.
2.
Intuisi
Intuisi berasal dari kata Latin intueri atau intuitus
berasal dari gabungan in (pada) dan tueri (melihat), kemudian menjadi bahasa
Inggris intuition. Intuisi dapat diartikan sebagai pengetahuan atau pemahaman
terhadap sesuatu yang didapat langsung
tanpa menggunakan rasio dan panca indera dan terkadang bersifat bawaan Jujun S.
Suriasumantri menuliskan bahwa intuisi adalah pengetahuan yang didapat tanpa
menggunakan dan melalui kegiatan penalaran tertentu atau keluar dari konteks
rasional dan empiris tetapi juga bukan bagian dari wahyu, intuisi dapat berupa
pengetahuan yang datang secara tiba-tiba dan seseorang menjadi yakin bahwa
itulah kebenarannya.
3.
Rasio
Rasio adalah kata Latin untuk reason dalam bahasa
Inggris yang berarti pikiran atau hubungan, dalam bahasa Yunani terdapat
padanan katanya yaitu, phronesis, nous, dan logos. Rasio dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk memikirkan sesuatu dan menyimpulkannya. Rasio yang
melahirkan rasionalisme adalah paham yang mengkuduskan akal dengan cara
sedemikian rupa, sehingga menempatkan akal sebagai hakim mutlak atas kebenaran
sesuatu. Hal ini memberikan pemahaman bahwa sesuatu dapat dianggap menjadi
benar ketika sesuatu tersebut dapat dipahami dengan jelas dan terang benderang
oleh akal. Jika sesuatu itu tidak dapat dipahami dengan akal atau tidak masuk
akal maka, hal tersebut harus dipungkiri keberadaannya atau nonsens.
4.
Empiri
Empiri diartikan sebagai pengalaman atau berkenalan
dengan, kata empiri diambil dari kata emperia atau empeiros dalam bahasa
Yunani, sedangkan dalam bahasa Latin disebut experentiai. Paham yang menganut
empiri disebut dengan empirisme yaitu, doktrin bahwa sumber pengetahuan harus
dicari dari pengalaman. Kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan didapat
melalui pengalaman konkret, gejala-gejala alam menurut mereka dapat diamati
melalui panca indera, karena jika diteliti lebih lanjut gejala-gejala itu
memiliki pola teratur mengenai kejadian tertentu dan juga terdapat kesamaan dan
pengulangan kejadian. Hal ini memungkin untuk melakukan generalisasi terhadap
setiap peristiwa.
5.
Sejarah
History adalah kata Inggris yang diterjemahkan sebagai
sejarah dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani Istoria yang berarti
ilmu. Istoria digunakan Aristoteles sebagai suatu penelaahan sistematis
mengenai seperangkat gejala alam secara kronologis ataupun tidak. Setiap
peristiwa masa lalu tidak begitu saja dapat diartikan sebagai sejarah,
peristiwa tersebut mengandung arti dan punya nilai ilmiah apabila cerita atau
faktanya disusun dengan menggunakan persyaratan ilmiah, yaitu peristiwa dalam
cerita tersebut dianalisis dengan meneliti sebab akibat, kemudian disimpulkan
sehingga menghasilkan sintesis yang dapat menjelaskan tentang bagaimana deskripsi
peristiwanya?, kenapa peristiwa itu terjadi?, dan kemana arah peristiwa
tersebut akan berlanjut?.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Ilmu filsafat adalah ilmu pengetahuan ilmiah. Pengetahuan
menjadi sebuah hal yang luar biasa dalam peradaban manusia, karena melalui
pengetahuanlah aspek-aspek dalam peradaban manusia berkembang yang kemudian
seluruhnya dapat dibedakan berdasarkan ontologi, epistemologi dan aksiologinya.
Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang
berfikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang
bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berfikir.
Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berfikir
dan bukan dengan perasaan dan mempunyai
logika tersendiri.
B.
Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar lebih mendalami ilmu
filsafat, ilmu filsafat
sangat bermanfaat juga untuk kehidupan sehari-hari bukan dikalangan mahasiswa
saja, karena kajian
filsafat berpengaruh erat dengan kajian-kajian sejarah.