BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Dalam
kaidah tuturan bahasa Indonesia yang banyak sekali dipengaruhi oleh
dialek-dialek daerah yang mempunyai kekhasan tersendiri dari pengucapan maupun
penggunaannya. Salah satu dari pengaruh kedaerahan yang mempengaruhi tuturan
dalam bahasa Indonesia adalah penggunaan kategori fatis yang menimbulkan
problematika dalam morfologi bahasa indonesia.
Pada
dasarnya kategori fatis ini adalah penemuan baru dalam linguistik bahasa Indonesia.,
pengkajian kategori fatis ini diperlukan untuk mengembangkan struktur dan mengoptimalkan
penggunaan bahasa Indonesia agar berkembang secara konvergen dalam masyarakat
tuturnya. Hal ini sangat diperlukan agar
tidak terjadi kerancuan karena kategori fatis ini berbeda fungsinya tiap
daerahnya.
Padahal
bahasa Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh daerah asal masyarakat tutur
tersebut. Kategori fatis ini tidak boleh diabaikan dalam deskripsi bahasa baik
standar maupun non-standar, karena kategori ini sangat mempengaruhi kaidah makna dalam suatu
penulisan atau penuturan. Karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai pembahasan kategori fatis dalam bahasa Indonesia.
1.2 Tujuan
Tujuan
peluisan makalah ini untuk memenuhi tugas tugas akhir semester pada mata
kuluiah psikolinguistik sebagai prasyarat untuk mengikuti ujuan akhir semester.
Semoga dengan adanya mata kuliah psikolinguistik dapat menambah wawasan/
pengetahuan penulis dan bagi yang membacanya. Selain itu penulis juga ingin memperbaiki
tuturan, maka penulis mengambil judul “Penggunaan Kategori Fatis Dalam
Sintaksi. Penulis yakin banyak yang sering menggunakan kata fatis, namun tidak
mengerti apa fatis itu sendiri, maka dari itu penulis mengajak untuk membahas
lebih dalam lagi.
1.3 Manfaat Penulisan
1. Mengetahui
hakikat kategori fatis.
2. Mengetahui
proses terbentuknya kategori fatis.
3. Mengetahui
fungsi kategori fatis.
1.4
Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka permasalahan “Penggunaan Kategori Fatis
Dalam Sintaksis” dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana
Penertian Kategori Fatis ?
2. Apa
Fungsi Dari Kategori Fatis Dalam Sintaksis Bagi Bahasa Indonesia ?
BAB II
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
A.
PENGERTIAN
DASAR PSIKOLINGUISTIK
Psikolinguistik
adalah suatu studi mengenai penggunaan bahasa dan perolehan bahasa oleh manusia
(Levelt, 1975). Dari definisi ini terlihat ada dua aspek yang berbeda, yaitu
pertama perolehan yang menyangkut bagaimana seseorang, terutama anak-anak
belajar bahasa dan kedua penggunaan yang artinya penggunaan bahasa oleh orang
dewasa normal. Selanjutnya, Levelt membagi Psikolinguistik ke dalam tiga bidang
utama sebagai berikut :
2.1 Psikolinguistik Umum
Psikolinguistik
umum adalah suatu studi mengenai bagaimana
pengamatan atau persepsi orang dewasa tentang bahasa dan bagaimana ia
memproduksi bahasa. Selain itu, juga mempelajari mengenai proses kognitif yang
mendasarinya pada waktu seseorang menggunakan bahasa.
Ada dua cara
persepsi dan produksi bahasa ini, yaitu secara auditif dan visual. Persepsi
bahasa secara auditif adalah mendengarkan dan persepsi bahasa secara visual
adalah membaca. Dalam produksi bahasa kegiatannya adalah berbicara (auditif)
dan menulis (visual).
Proses kognitif
yang terjadi pada waktu seseorang berbicara dan mendengarkan antara lain
mengingat apa yang baru didengar, mengenall kembali apa yang baru didengar itu
sebagai kata-kata yang ada artinya, berpikir, mengungkapkan apa yang telah
tersimpan dalam ingatan dalam bentuk ujaran tulisan.
Jadi menyangkut verbal thingking, verbal memory, dan sebagainya.
Disamping itu, dalam berbahasa,
peranan instuisi linguistik tidak boleh diabaikan. Maksudnya, instuisi atau
perasaan mengenai pemakaian kata-kata yang tepat dalam suatu kalimat, sehingga
kalimat tersebut benar, tidak bermakna ganda (ambigous).
2.2 Psikolinguistik Perkembangan
Psikolinguistik
perkembangan yaitu studi psikolingustik mengenai perolehan bahasa pada
anak-anak dan orang dewasa, baik perolehan bahasa pertama (bahasa ibu) maupun
bahasa kedua.
Disini akan
dibahas persoalan-persoalan yang dialami seorang anak yang harus belajar dua
bahasa secara bersamaa atau bagaimana seorang anak memperoleh bahasa
pertamanya, dan teknik-teknik pengajaran bahasa yang bagaimana yang dapat
mengurangi terjadinya interfrensi antara dua bahasa pada murid-murid.
2.3 Psikolinguistik Terapan
Psikolinguistik
terapan adalah aplikasi dari teori-teori psikolinguistik dalam kehidupan
sehari-hari pada orang dewasa ataupun pada anak-anak. Dalam bidang terapan ini
masih dibedakan antara :
a.
Applied
General Psycholinguistics
b.
Applied
Developmental Psycholinguiscics
Menurut
G. Kempen (Kempen, 1976), Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai
pemekai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem yang ada pada manusia yang
dapat menjelaskan bagaimana manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan
bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik
secara tertulis maupun lisan.
Dengan
demikian jelaslah bahwa untuk mempelajari Psikolinguistik kita harus mempunyai
pengetahuan dasar tentang linguistik
yang mencakup struktur bahasa, misalnya bagaimana tata bahasa itu disusun,
tentang makna kata (semantik), pengucapan kata (fonologi), dan lain-lain.
Disamping itu, dalam psikolinguistik akan dibahas pula perihal fungsi bahasa
dan proses berbahasa. Sebelum kita membahas struktur, fungsi dan prosesnya,
kita tinjau sejenak sejarah dari ilmu psikolinguistik.
B.
TINJAUAN
SEJARAH PSIKOLINGUISTIK
Di atas telah
disebutkan bahwa psikolinguistik lahir sesudah tahun 1954. Memang kebanyak
orang berpendapat demikian, meskipun sebenarnya psikolinguistik telah
dipelajari dan didiskusikan, terutama di Jerman sejak abad ke-19, hanya saja
dengan istilah yang berbeda.
Seperti telah
diketahui, Wundt adalah Bapak Psikologi Eksperimen, yang pertama kali membangun
Laboratorium Psikolog di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Disamping itu, Wundt
telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu disebut Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya
tidak jauh berbeda dengan apa yang
dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini.
Istilah
Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul
setelah Perang Dunia kedua. Pada tahun 1990 Wundt menulis buku tentang
psikolinguistik yang berjudul “Die
Sprache”, terdiri dari dua jilid.
Die Sprache ini
merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt yang berjudul “Volker Psychologie” (Psikologi Bangsa),
yang membahas tentang kebdhudayaan, struktur sosial, bahasa, moral dan
lain-lain dari berbagai bangsa yang berbeda di dunia ini. Isinya semacam
antropologi terhdap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari.
Dalam bukunya
itu, Wundt berusaha dengan keras menggabungkan dua aliran yang sangat kuat pada
abad ke-19, yaitu aliran idealisme
atau rasionalisme dengan aliran empirisme.
C.
PENGERTIAN
SINTAKSIS
Sintaksis
adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antar kata dalam tuturan
(speech). Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah frasa,
klausa, dan kalimat. Kata sintaksis berasal dari kata Yunani ( sun = ‘dengan’ + tattein ‘menempatkan’.
Jadi kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama
kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Sintaksis
adalah tata bahasa yang membahas hubungan antara kata dalam tuturan. Sama
halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal
di dalam kata. Unsur bahasa yang termasuk dalam sintaksis adalah frase, klausa,
dan kalimat.
Istilah
sintaksis secara langsung terambil dari dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam
bahasa inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis ialah bagian atau cabang
dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan
frase, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem.
D.
HAKIKAT
SINTAKSIS
Sintaksis merupakan
tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Sama halnya dengan
morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata. Unsur
bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase, kalusa,dan kalimat. Tuturan
dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat.
Kalimat merupakan
satuan atau deretan kata-kata yang memiliki intonasi tertentu sebagai pemarkah
keseluruhannya dan secara ortografi biasanya diakhiri tanda titik atau tanda
akhir lain yang sesuai.
E. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis,
kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori
sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari
satuan sintaksis. Kata sebagai pengisi
satuan sintaksis, harus dibedakan adanya dua macam kata yaitu kata penuh dan kata
tugas.
Kata penuh adalah kata
yang secara leksikal mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami
proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai
sebuah satuan. Yang termasuk kata penuh adalah kata-kata kategori nomina,
verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia.
Misalnya mesjid memiliki makna
‘ tempat ibadah orang Islam ’. Sedangkan kata tugas adalah kata yang
secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi,
merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak dapat berdiri
sendiri. Yang termasuk kata tugas adalah kata-kata kategori preposisi dan
konjungsi.
Misalnya dan tidak mempunyai
makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis untuk menggabungkan menambah
dua buah konstituen. Kata-kata yang termasuk kata penuh mempunyai kebebasan
yang mutlak, atau hampir mutlak sehingga dapat menjadi pengisi fungsi-fungsi
sintaksis.
Sedangkan kata tugas mempunyai kebebasan
yang terbatas, selalu terikat dengan kata yang ada di belakangnya (untuk
preposisi), atau yang berada di depannya (untuk posposisi), dan dengan
kata-kata yang dirangkaikannya (untuk konjungsi).
F.
PERKEMBANGAN SINTAKSIS
Selama
periode kalimat satu kata dan kalimat dua kata, anak-anak dengan menghilangkan
preposisi, artikel dan sebagainya, sehingga bentuknya menyerupai telegram. Kata
tertentu dalam perbendaharaan kata, si anak pada masa ini sering memakai cara
yang khas, sedangkan kata-kata tertentu kurang dipakai dan apabila dipakai,
maka pemakaiannya lebih fleksibel.
Kedua
kelompok kata tersebut diberi label bermacam-macam istilah. Namun yang paling
umum dipakai adalah pivot class dan open class. Pivot class jumlahnya
terbatas dan setiap katanya dari kelompok ini dipergunakan dengan atau
bersama-sama dengan kata-kata dari open class yang jumlahnya lebih besar.
Contohnya : bondage on allgone shoe
Blanket on allgone lectture
Fix on allgone outside
Perekatan
on dan allgone adalah kata-kata pivote. Beberapa dari kata pivot dapat dipakai
dalam posisi pertama. Posisi ini sudah tetap.
G.
ASPEK-ASPEK
SINTAKSIS
1.
Kata
Kata
dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, kata dilihat dari pemakai bahasa.
Menurut pemakai bahasa, kata adalah
satuan gramatikal yang diujarkan, bersifat
berdiri sendiri.
Kedua, kata dilihat secara bahasa, (menurut
pandangan para ahli bahasa). Secara linguistis, kata dapat dibedakan atas satuan pembentukannya.
2.
Frasa
Frasa
adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif
(Rusyana dan Samsuri, 1976) atau satu konstruksi ketatabahasaan yang terdiri
atas dua kata atau lebih. Frasa terdiri atas frasa eksosentris dan frasa
endosentris.
Frasa
ekosentris terdiri atas frasa ekosentris direktif dan frasa ekosentris
nondirektif. Frasa endosentris terdiri atas frasa endosentris bersumbu satu dan
frasa endosentris bersumbu jamak.
a.
Frase
Eksosentrik
Adalah frase yang
komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan
keseluruhannya.
1.)
Direktif (Preposional)
Frase yang komponen pertamanya berupa preposisi dan komponen
keduanya berupa kata atau kelompok kata yang berkategori nomina.
2.)
Nondirektif
Frase yang komponen pertamanya
berupa artikulus, seperti si, sang, yang, para, dan kaum, sedangkan komponen
keduanya berupa kata atau kelompok kata berktegori nomina, ajektifa, atau
verba.
b.
Frasa
Endosentris
Frase yang komponennya bukan inti,
yaitu membatasi makna komponen inti. Contoh: sedang membaca. Kata sedang
membatasi makna komponen inti( kata membaca).
Frase endosentrik disebut juga frase
subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase
berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya yaitu komponen yang
membatasi berlaku sebagai komponen bawahan. Komponen inti dapat didepan dan
dapat juga dibelakang.
Berdasarkan intinya, frase endosentrik
dapat dibedakan menjadi 4 :
1.) frase nominal, yaiu frase yang intinya berupa nomina atau
pronominal
2.) frase verbal,
yaitu frase yang intinya berupa kata kerja
3.) frase adjektifa,
yaitu frase yang intinya berupa kata sifat
4.) frase numeralia,
yaitu frase yang intinya berupa kata numeral
c.
Frase
Koordinatif
Frase
yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan
sederajat dan dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frase koordinatif
yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit biasanya disebut frase
parataksis.
d.
Frase
Apositif
Frase koordinatif yang kedua
komponenya saling merujuk sesamanya.sehingga urutan komponenya dapat
dipertukarkan.
H. FUNGSI
SINTAKSIS
Yang
dimaksud dengan fungsi sintaksis (atau atau kita sebut fungsi saja) adalah
semacam “kotak-kotak” atau “tempat-tempat” dalam struktur sintaksis yang
kedalamnya akan diisikan kategori-kategori tertentu (Verhaar 1978, Chaer 2007).
Kotak-kotak
itu bernama subjek (S), predikat (P), objek (O), komplemen (K),
dan keterangan (Ket). Secara umum
“kotak-kotak” fungsi itu dapat dibagankan sebagai berikut, meskipun di dalam
praktik berbahasa urutannya urutannya bisa tidak sama.
S
|
P
|
(O/komp)
|
(ket)
|
Dari bagian itu tampak bahwa secara formal fungsi S
dan P harus selalu ada dalam setiap klausa karena keduanya saling “berkaitan”.
Dalam hal ini bisa dikatakan, bahwa S adalah bagian klausa yang menandai apa
yang dinyatakan oleh pembicaraan; sedangkan P adalah bagian klausa yang
menandai apa yang dinyatakan oleh pembicaraan mengenai S (Kridalaksana 2002).
I.
KATEGORI
SINTAKSIS
Yang dimaksud dengan kategori sintaksis adalah jenis
atau tipe kata atau frase yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis.
Kategori sintaksis berkenaan dengan istilah nomina (N), verba (V), ajektiva
(A), adverbia (Adv), numeralia (Num),
preposisi (Prep), konjungsi (Konj), dan pronomina ( Pron). Dalam hal ini
N, V, dan A merupakan kategori utama; sedangkan yang lain merupakan kategori tambahan.
Pengisi fungsi sintaksis dapat berupa kata dapat
pula frase, sehingga di samping ada kata nomina ada pula frase nominal (FN), di
samping kata verba ada pula frase verbal (FV), dan di sampin ada kata ajektifa
ada pula frase ajektifal (FA). Selain itu di samping ada kata berkategori
Adverbia ada pula frase adverbial (Fadv), di samping kata berkategori numeralia
ada pula frase numeral (FNum), dan di samping kata berkategori preposisi ada
pula frase preposisional (Fprop).
J.
PERAN
SINTAKSIS
Chafe (1970) dan para pakar semantik generatif
berpendapat bahwa verba atau kata kerja yang mengisi fungsi fungsi P merupakan
pusat semantik dari sebuah klausa (istilah yang mereka gunakan proposisi).
Oleh karena itu, verba ini menentukan hadir tidaknya
fungsi-fungsi lain itu. Misalnya verba membaca
akan menghadirkan fungsi S berkategori N atau FN yang berciri (+ manusia), dan
sebuah fungsi O berkategori N atau FN yang berciri (+ bacaan).
Sedangkan verba membacakan
selain menghadirkan fungsi S berkategori N atau FN berciri (+ bacaan), yang
kini berubah menjadi fungsi komp,
juga menghadirkan sebuah fungsi O berkategori N atau FN dan berciri (+
manusia).
BAB
III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
KATEGORI
FATIS
3.1
Pengertian
Kategori Fatis
Kategori fatis adalah kata dalam sebuah kaliamat
yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, dan mengukuhkan komunikasi atau
mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan pendengar dan biasanya terdapat
dalam konteks dialog. Lazimnya bentuk fatis digunakan dalam bentuk ragam lisan.
Dalam ragam tulis, bentuk bentuk fatis itu memang
jumlahnya terbatas, misalnya’ ‘dengan hormat’, atau ‘hormat kami’ di dalam
surat. Konsep phatic communion diperkenalkan pada awal abad ke-20 oleh
Bronistaw Malinowski, seorang antropolog Polandia, dan diambil dari bahasa
Yunani phanein (muncul).
Dalam bahasa indonesia, kelas kata fatis diusulkan
oleh Harimurti Kridalaksana (2008). Menurutnya, bentuk fatis biasanya terdapat
dalam bahasa lisan yang umumnya merupakan ragam non-standar.
Bentuk fatis dapat terdapat di awal, tengah, maupun
di akhir kalimat. Contoh bentuk fatis dalam bahasa indonesia diantaranya ; kok, deh, dan selamat. Bentuk ini tidak dapat dimasukan ke dalam kelas kata
interjeksi karena interjeksi bersifat emotif sedangkan fatis bersifat bersifat
komunikatif.
Kridalaksana merupakan pakar linguistik bahasa
Indonesia yang telah mengangkat kategori fatis ini kemudian membuat kategori
fatis berdasarkan wujud bentuk, distribusi, fungsi dan makna. Dari sudut
posisinya, fatis dapat menduduki posisi awal kalimat, misalnya ; “Kok nangis sih?” di tengah
kalimat, misalnya ; “Dia kok yang
lempar, bukan aku!”, dan di akhir kalimat, misalnya ; “Jangan dipukul dong!” (Kridalaksana, 1990: 111-112).
Adapun beberapa contoh kalimat fatis yang
sering kita jumpai, diantaranya ;
Contoh : A : “Ayo
cepat kita berangkat nanti telat...!”
B : “iya sebentar, tunggu dulu dong...
Dialog di atas
memberitahukan bahwa pada kata ayo
yang berarti mengajak, dan pada kalimat B terdapat kata dong, yang si penjawab meminta ditunggu.
Ungkapan fatis merupakan kata gramatikal atau kata
fungsional dengan ciri-ciri (a) tidak memiliki akar yang jelas, (b) tidak
memiliki otonomi semantis, dan (c) merupakan kata fungsional (Cruse,
2000:88-89).
Bentuk dan komunikasi fatis antar partisipan dipengaruhi
oleh faktor kuasa dan solidaritas. Faktor kuasa di sini dianalogikan dengan
hubungan vertikal – horisontal. Mengacu pada hubungan ini lalu partisipan akan
berusaha menyampaikan ide atau informasi kepada kawan bicaranya.
Penggunaan kategori fatis memainkan peran penting
apakah fatis tersebut digunakan untuk mengungkapkan kesantunan (mempertahankan
jarak sosial), untuk mengungkapkan
kesantunan dan persahabatan (memperpendek jarak sosial)kepada petutur
yang berbeda-beda dalam hal kuasa dan solidaritas.
3.2 Fungsi Kategori Fatis
Fungsi fatis yaitu sebuah wacana berfungsi untuk
membuka jalan atau kontak. Fungsi bahasa yang digunakan sebagai basa-basi di
dalam kebudayaan sosial, fungsi bahasa ini penting akan tetapi kita harus
berhati-hati terhadap sikap berbicara kita kerena berbeda kebudayaan berbeda
pula penafsiran penggunaan bahasa, penangkapan sombong, acuh, dari orang lain
yang berbeda agama dengan kita akan kita dapatkan jika kita tidak berhatihati
ketika menggunakan fungsi dari bahasa
ini.
Jadi, pada
umumnya setiap bahasa memiliki kategori fatis. Dalam bahasa inggris terdapat beberapa
fungsi penggunaan unsur fatis dalam tuturan. Fungsi-fungsi yang dimaksud
diantaranya, yaitu :
a) Untuk
memecahkan kesenyapan,
b) Untuk
memulai percakapan,
c) Untuk
melakukan basa-basi,
d) Untuk
melakukan gosip,
e) Untuk
menjaga agar percakapan tetap berlangsung,
f) Ungtuk
mengungkapkan solidaritas,
g) Untuk
menciptakan hamoni, untuk menciptakan perasaan nyaman,
h) Untuk
mengungkapkan empati,
i) Untuk
mengungkapkan persahabatan,
j) Untuk
mengungkapkan penghormatan, dan
k) Untuk
mengungkapkan kesantunan.
Misalnya tuturan
“Hello”, “Nice weather isn’t it?”. Jika
dalam bahasa Indonesia dikenal banyak kategori fatis seperti jenis ini. Contoh
: ah, ayo, deh, dong, ding, halo, kan,
kek, kok, -lah, lho, nah, sih, ya, yah. Makna-makna yang dikandung ungkapan
fatis yaitu kata ah menekan
penolakan, kata ayo menekankan
ajakan, kata deh memberikan garansi
dan penekan pada kalimat sebelumnya, dan seterusnya.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kategori fatis biasanya digunakan dalam sebuah
kaliamat yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, dan mengukuhkan
komunikasi atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan pendengar dan
biasanya terdapat dalam konteks dialog.
Bentuk fatis dapat terdapat di awal, tengah, maupun
di akhir kalimat. Contoh bentuk fatis dalam bahasa indonesia diantaranya ; kok, deh, dan selamat. Bentuk ini tidak dapat dimasukan ke dalam kelas kata
interjeksi karena interjeksi bersifat emotif sedangkan fatis bersifat bersifat
komunikatif.
B. Saran
Dalam penulisan tugas sampai selesai penus sadar
bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan sehingga penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan
penulisan kedepan.
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah dalam
memberikan arahan serta petunjuk dalam menyelesaikan tugas kami.
DAFTAR PUSTAKA
Ramlan,
M. Drs. Prof. 2005. Sintaksis. Yogyakarta. C.V Karyono
Chaer,
Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta
Mar’at,
Prof. Dr. Samsunuwiyanti. 2009. Psiklinguistik Suatu Pengantar. Bandung. Pt
Retika Aditama Bandung
Arifin,
Zaenal, E. Prof. Dr. Junaiyah, H. M, Dra. M. Hum. 2008. Sintaksis. Jakarta. PT
Grasindoik. Jakarta.
Kridalaksana,
Harimurti 1993. Kamus Linguistik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar