Senin, 20 April 2015

PSIKOLINGUISTIK



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam kaidah tuturan bahasa Indonesia yang banyak sekali dipengaruhi oleh dialek-dialek daerah yang mempunyai kekhasan tersendiri dari pengucapan maupun penggunaannya. Salah satu dari pengaruh kedaerahan yang mempengaruhi tuturan dalam bahasa Indonesia adalah penggunaan kategori fatis yang menimbulkan problematika dalam morfologi bahasa indonesia.
Pada dasarnya kategori fatis ini adalah penemuan baru dalam linguistik bahasa Indonesia., pengkajian kategori fatis ini diperlukan untuk mengembangkan struktur dan mengoptimalkan penggunaan bahasa Indonesia agar berkembang secara konvergen dalam masyarakat tuturnya.  Hal ini sangat diperlukan agar tidak terjadi kerancuan karena kategori fatis ini berbeda fungsinya tiap daerahnya.
Padahal bahasa Indonesia juga sangat dipengaruhi oleh daerah asal masyarakat tutur tersebut. Kategori fatis ini tidak boleh diabaikan dalam deskripsi bahasa baik standar maupun non-standar, karena kategori ini sangat  mempengaruhi kaidah makna dalam suatu penulisan atau penuturan. Karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai pembahasan kategori fatis dalam bahasa Indonesia.
1.2 Tujuan
Tujuan peluisan makalah ini untuk memenuhi tugas tugas akhir semester pada mata kuluiah psikolinguistik sebagai prasyarat untuk mengikuti ujuan akhir semester. Semoga dengan adanya mata kuliah psikolinguistik dapat menambah wawasan/ pengetahuan penulis dan bagi yang membacanya. Selain itu penulis juga ingin memperbaiki tuturan, maka penulis mengambil judul “Penggunaan Kategori Fatis Dalam Sintaksi. Penulis yakin banyak yang sering menggunakan kata fatis, namun tidak mengerti apa fatis itu sendiri, maka dari itu penulis mengajak untuk membahas lebih dalam lagi.
1.3 Manfaat Penulisan
1.      Mengetahui hakikat kategori fatis.
2.      Mengetahui proses terbentuknya kategori fatis.
3.      Mengetahui fungsi kategori fatis.

1.4 Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan “Penggunaan Kategori Fatis Dalam Sintaksis” dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimana Penertian Kategori Fatis ?
2.      Apa Fungsi Dari Kategori Fatis Dalam Sintaksis Bagi Bahasa Indonesia ?







BAB II
LANDASAN TEORI
A.      PENGERTIAN DASAR PSIKOLINGUISTIK
Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan bahasa dan perolehan bahasa oleh manusia (Levelt, 1975). Dari definisi ini terlihat ada dua aspek yang berbeda, yaitu pertama perolehan yang menyangkut bagaimana seseorang, terutama anak-anak belajar bahasa dan kedua penggunaan yang artinya penggunaan bahasa oleh orang dewasa normal. Selanjutnya, Levelt membagi Psikolinguistik ke dalam tiga bidang utama sebagai berikut :
2.1 Psikolinguistik Umum
Psikolinguistik umum adalah suatu studi mengenai bagaimana  pengamatan atau persepsi orang dewasa tentang bahasa dan bagaimana ia memproduksi bahasa. Selain itu, juga mempelajari mengenai proses kognitif yang mendasarinya pada waktu seseorang menggunakan bahasa.
Ada dua cara persepsi dan produksi bahasa ini, yaitu secara auditif dan visual. Persepsi bahasa secara auditif adalah mendengarkan dan persepsi bahasa secara visual adalah membaca. Dalam produksi bahasa kegiatannya adalah berbicara (auditif) dan menulis (visual).
Proses kognitif yang terjadi pada waktu seseorang berbicara dan mendengarkan antara lain mengingat apa yang baru didengar, mengenall kembali apa yang baru didengar itu sebagai kata-kata yang ada artinya, berpikir, mengungkapkan apa yang telah tersimpan dalam ingatan dalam bentuk ujaran tulisan.
Jadi menyangkut verbal thingking, verbal memory, dan sebagainya.
Disamping itu, dalam berbahasa, peranan instuisi linguistik tidak boleh diabaikan. Maksudnya, instuisi atau perasaan mengenai pemakaian kata-kata yang tepat dalam suatu kalimat, sehingga kalimat tersebut benar, tidak bermakna ganda (ambigous).

2.2  Psikolinguistik Perkembangan
Psikolinguistik perkembangan yaitu studi psikolingustik mengenai perolehan bahasa pada anak-anak dan orang dewasa, baik perolehan bahasa pertama (bahasa ibu) maupun bahasa kedua.
Disini akan dibahas persoalan-persoalan yang dialami seorang anak yang harus belajar dua bahasa secara bersamaa atau bagaimana seorang anak memperoleh bahasa pertamanya, dan teknik-teknik pengajaran bahasa yang bagaimana yang dapat mengurangi terjadinya interfrensi antara dua bahasa pada  murid-murid.
2.3 Psikolinguistik Terapan
Psikolinguistik terapan adalah aplikasi dari teori-teori psikolinguistik dalam kehidupan sehari-hari pada orang dewasa ataupun pada anak-anak. Dalam bidang terapan ini masih dibedakan antara :
a.                   Applied General Psycholinguistics
b.                  Applied Developmental Psycholinguiscics
Menurut G. Kempen (Kempen, 1976), Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemekai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem yang ada pada manusia yang dapat menjelaskan bagaimana manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis maupun lisan.
Dengan demikian jelaslah bahwa untuk mempelajari Psikolinguistik kita harus mempunyai pengetahuan dasar  tentang linguistik yang mencakup struktur bahasa, misalnya bagaimana tata bahasa itu disusun, tentang makna kata (semantik), pengucapan kata (fonologi), dan lain-lain. Disamping itu, dalam psikolinguistik akan dibahas pula perihal fungsi bahasa dan proses berbahasa. Sebelum kita membahas struktur, fungsi dan prosesnya, kita tinjau sejenak sejarah dari ilmu psikolinguistik.
B.       TINJAUAN SEJARAH PSIKOLINGUISTIK
Di atas telah disebutkan bahwa psikolinguistik lahir sesudah tahun 1954. Memang kebanyak orang berpendapat demikian, meskipun sebenarnya psikolinguistik telah dipelajari dan didiskusikan, terutama di Jerman sejak abad ke-19, hanya saja dengan istilah yang berbeda.
Seperti telah diketahui, Wundt adalah Bapak Psikologi Eksperimen, yang pertama kali membangun Laboratorium Psikolog di Leipzig, Jerman pada abad ke-19. Disamping itu, Wundt telah memperkenalkan apa yang pada waktu itu disebut Psikologi Bahasa (Psychologie Der Sprache) yang materinya tidak jauh berbeda dengan  apa yang dibahas dalam Psikolinguistik dewasa ini.
Istilah Psikolinguistik merupakan istilah lain dari Psikologi Bahasa yang muncul setelah Perang Dunia kedua. Pada tahun 1990 Wundt menulis buku tentang psikolinguistik yang berjudul “Die Sprache”, terdiri dari dua jilid.
Die Sprache ini merupakan bagian dari satu set buku karangan Wundt yang berjudul “Volker Psychologie” (Psikologi Bangsa), yang membahas tentang kebdhudayaan, struktur sosial, bahasa, moral dan lain-lain dari berbagai bangsa yang berbeda di dunia ini. Isinya semacam antropologi terhdap kebanyakan para psikolog yang tidak menyadari.
Dalam bukunya itu, Wundt berusaha dengan keras menggabungkan dua aliran yang sangat kuat pada abad ke-19, yaitu aliran idealisme atau rasionalisme dengan aliran empirisme.



C.      PENGERTIAN SINTAKSIS
Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antar kata dalam tuturan (speech). Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah frasa, klausa, dan kalimat. Kata sintaksis berasal dari kata Yunani  ( sun = ‘dengan’ + tattein ‘menempatkan’. Jadi kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antara kata dalam tuturan. Sama halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata. Unsur bahasa yang termasuk dalam sintaksis adalah frase, klausa, dan kalimat.
Istilah sintaksis secara langsung terambil dari dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase, berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem.
D.      HAKIKAT SINTAKSIS
Sintaksis merupakan tata bahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Sama halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata. Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase, kalusa,dan kalimat. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat.
Kalimat merupakan satuan atau deretan kata-kata yang memiliki intonasi tertentu sebagai pemarkah keseluruhannya dan secara ortografi biasanya diakhiri tanda titik atau tanda akhir lain yang sesuai.

E.       KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis. Kata sebagai pengisi satuan sintaksis, harus dibedakan adanya dua macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas.
Kata penuh adalah kata yang secara leksikal mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan. Yang termasuk kata penuh adalah kata-kata kategori nomina, verba, adjektiva, adverbia, dan numeralia.
Misalnya mesjid memiliki makna ‘ tempat ibadah orang Islam ’. Sedangkan kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak dapat berdiri sendiri. Yang termasuk kata tugas adalah kata-kata kategori preposisi dan konjungsi.
Misalnya dan tidak mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis untuk menggabungkan menambah dua buah konstituen. Kata-kata yang termasuk kata penuh mempunyai kebebasan yang mutlak, atau hampir mutlak sehingga dapat menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis.
Sedangkan kata tugas mempunyai kebebasan yang terbatas, selalu terikat dengan kata yang ada di belakangnya (untuk preposisi), atau yang berada di depannya (untuk posposisi), dan dengan kata-kata yang dirangkaikannya (untuk konjungsi).
F.        PERKEMBANGAN SINTAKSIS
Selama periode kalimat satu kata dan kalimat dua kata, anak-anak dengan menghilangkan preposisi, artikel dan sebagainya, sehingga bentuknya menyerupai telegram. Kata tertentu dalam perbendaharaan kata, si anak pada masa ini sering memakai cara yang khas, sedangkan kata-kata tertentu kurang dipakai dan apabila dipakai, maka pemakaiannya lebih fleksibel.
Kedua kelompok kata tersebut diberi label bermacam-macam istilah. Namun yang paling umum dipakai adalah pivot class dan open class. Pivot class jumlahnya terbatas dan setiap katanya dari kelompok ini dipergunakan dengan atau bersama-sama dengan kata-kata dari open class yang jumlahnya lebih besar.
Contohnya : bondage on         allgone shoe
                     Blanket on          allgone lectture
                     Fix on                 allgone outside
Perekatan on dan allgone adalah kata-kata pivote. Beberapa dari kata pivot dapat dipakai dalam posisi pertama. Posisi ini sudah tetap.
G.      ASPEK-ASPEK SINTAKSIS
1.      Kata
Kata dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama, kata dilihat dari pemakai bahasa. Menurut pemakai bahasa, kata adalah satuan gramatikal yang diujarkan, bersifat  berdiri sendiri.
Kedua, kata dilihat secara bahasa, (menurut pandangan para ahli bahasa). Secara linguistis, kata dapat dibedakan atas satuan pembentukannya.
2.      Frasa
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (Rusyana dan Samsuri, 1976) atau satu konstruksi ketatabahasaan yang terdiri atas dua kata atau lebih. Frasa terdiri atas frasa eksosentris dan frasa endosentris.
Frasa ekosentris terdiri atas frasa ekosentris direktif dan frasa ekosentris nondirektif. Frasa endosentris terdiri atas frasa endosentris bersumbu satu dan frasa endosentris bersumbu jamak.
a.         Frase Eksosentrik
Adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.
1.)           Direktif (Preposional)
Frase yang komponen pertamanya berupa preposisi dan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata yang berkategori nomina.
2.)           Nondirektif
Frase yang komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si, sang, yang, para, dan kaum, sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berktegori nomina, ajektifa, atau verba.
b.        Frasa Endosentris
Frase yang komponennya bukan inti, yaitu membatasi makna komponen inti. Contoh: sedang membaca. Kata sedang membatasi makna komponen inti( kata membaca).
Frase endosentrik disebut juga frase subordinatif karena salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai komponen atasan, sedangkan komponen lainnya yaitu komponen yang membatasi berlaku sebagai komponen bawahan. Komponen inti dapat didepan dan dapat juga dibelakang.
Berdasarkan intinya, frase endosentrik dapat dibedakan menjadi 4 :
1.) frase nominal, yaiu frase yang intinya berupa nomina atau pronominal
2.) frase verbal, yaitu frase yang intinya berupa kata kerja
3.) frase adjektifa, yaitu frase yang intinya berupa kata sifat
4.) frase numeralia, yaitu frase yang intinya berupa kata numeral
c.         Frase Koordinatif
Frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan dapat dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frase koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit biasanya disebut frase parataksis.
d.        Frase Apositif
Frase koordinatif yang kedua komponenya saling merujuk sesamanya.sehingga urutan komponenya dapat dipertukarkan.

H.      FUNGSI SINTAKSIS
Yang dimaksud dengan fungsi sintaksis (atau atau kita sebut fungsi saja) adalah semacam “kotak-kotak” atau “tempat-tempat” dalam struktur sintaksis yang kedalamnya akan diisikan kategori-kategori tertentu (Verhaar 1978, Chaer 2007).
Kotak-kotak itu bernama subjek (S), predikat (P), objek (O), komplemen (K), dan keterangan (Ket). Secara umum “kotak-kotak” fungsi itu dapat dibagankan sebagai berikut, meskipun di dalam praktik berbahasa urutannya urutannya bisa tidak sama.
S
P
(O/komp)
(ket)
Dari bagian itu tampak bahwa secara formal fungsi S dan P harus selalu ada dalam setiap klausa karena keduanya saling “berkaitan”. Dalam hal ini bisa dikatakan, bahwa S adalah bagian klausa yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicaraan; sedangkan P adalah bagian klausa yang menandai apa yang dinyatakan oleh pembicaraan mengenai S (Kridalaksana 2002).
I.         KATEGORI SINTAKSIS
Yang dimaksud dengan kategori sintaksis adalah jenis atau tipe kata atau frase yang menjadi pengisi fungsi-fungsi sintaksis. Kategori sintaksis berkenaan dengan istilah nomina (N), verba (V), ajektiva (A), adverbia (Adv), numeralia (Num),  preposisi (Prep), konjungsi (Konj), dan pronomina ( Pron). Dalam hal ini N, V, dan A merupakan kategori utama; sedangkan yang lain merupakan kategori tambahan.
Pengisi fungsi sintaksis dapat berupa kata dapat pula frase, sehingga di samping ada kata nomina ada pula frase nominal (FN), di samping kata verba ada pula frase verbal (FV), dan di sampin ada kata ajektifa ada pula frase ajektifal (FA). Selain itu di samping ada kata berkategori Adverbia ada pula frase adverbial (Fadv), di samping kata berkategori numeralia ada pula frase numeral (FNum), dan di samping kata berkategori preposisi ada pula frase preposisional (Fprop).

J.        PERAN SINTAKSIS
Chafe (1970) dan para pakar semantik generatif berpendapat bahwa verba atau kata kerja yang mengisi fungsi fungsi P merupakan pusat semantik dari sebuah klausa (istilah yang mereka gunakan proposisi).
Oleh karena itu, verba ini menentukan hadir tidaknya fungsi-fungsi lain itu. Misalnya verba membaca akan menghadirkan fungsi S berkategori N atau FN yang berciri (+ manusia), dan sebuah fungsi O berkategori N atau FN yang berciri (+ bacaan).
Sedangkan verba membacakan selain menghadirkan fungsi S berkategori N atau FN berciri (+ bacaan), yang kini berubah menjadi fungsi komp, juga menghadirkan sebuah fungsi O berkategori N atau FN dan berciri (+ manusia).




BAB III
PEMBAHASAN
A.      KATEGORI FATIS
3.1    Pengertian Kategori Fatis
Kategori fatis adalah kata dalam sebuah kaliamat yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, dan mengukuhkan komunikasi atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan pendengar dan biasanya terdapat dalam konteks dialog. Lazimnya bentuk fatis digunakan dalam bentuk ragam lisan.
Dalam ragam tulis, bentuk bentuk fatis itu memang jumlahnya terbatas, misalnya’ ‘dengan hormat’, atau ‘hormat kami’ di dalam surat. Konsep phatic communion diperkenalkan pada awal abad ke-20 oleh Bronistaw Malinowski, seorang antropolog Polandia, dan diambil dari bahasa Yunani phanein (muncul).
Dalam bahasa indonesia, kelas kata fatis diusulkan oleh Harimurti Kridalaksana (2008). Menurutnya, bentuk fatis biasanya terdapat dalam bahasa lisan yang umumnya merupakan ragam non-standar.
Bentuk fatis dapat terdapat di awal, tengah, maupun di akhir kalimat. Contoh bentuk fatis dalam bahasa indonesia diantaranya ; kok, deh, dan selamat. Bentuk ini tidak dapat dimasukan ke dalam kelas kata interjeksi karena interjeksi bersifat emotif sedangkan fatis bersifat bersifat komunikatif.
Kridalaksana merupakan pakar linguistik bahasa Indonesia yang telah mengangkat kategori fatis ini kemudian membuat kategori fatis berdasarkan wujud bentuk, distribusi, fungsi dan makna. Dari sudut posisinya, fatis dapat menduduki posisi awal kalimat, misalnya ; Kok nangis sih?” di tengah kalimat, misalnya ; “Dia kok yang lempar, bukan aku!”, dan di akhir kalimat, misalnya ; “Jangan dipukul dong!” (Kridalaksana, 1990: 111-112).
     Adapun beberapa contoh kalimat fatis yang sering kita jumpai, diantaranya ;
Contoh : A : “Ayo cepat kita berangkat nanti telat...!”
               B : “iya sebentar, tunggu dulu dong...
Dialog di atas memberitahukan bahwa pada kata ayo yang berarti mengajak, dan pada kalimat B terdapat kata dong, yang si penjawab meminta ditunggu.
Ungkapan fatis merupakan kata gramatikal atau kata fungsional dengan ciri-ciri (a) tidak memiliki akar yang jelas, (b) tidak memiliki otonomi semantis, dan (c) merupakan kata fungsional (Cruse, 2000:88-89).
Bentuk dan komunikasi fatis antar partisipan dipengaruhi oleh faktor kuasa dan solidaritas. Faktor kuasa di sini dianalogikan dengan hubungan vertikal – horisontal. Mengacu pada hubungan ini lalu partisipan akan berusaha menyampaikan ide atau informasi kepada kawan bicaranya.
Penggunaan kategori fatis memainkan peran penting apakah fatis tersebut digunakan untuk mengungkapkan kesantunan (mempertahankan jarak sosial), untuk mengungkapkan  kesantunan dan persahabatan (memperpendek jarak sosial)kepada petutur yang berbeda-beda dalam hal kuasa dan solidaritas.
3.2 Fungsi Kategori Fatis
Fungsi fatis yaitu sebuah wacana berfungsi untuk membuka jalan atau kontak. Fungsi bahasa yang digunakan sebagai basa-basi di dalam kebudayaan sosial, fungsi bahasa ini penting akan tetapi kita harus berhati-hati terhadap sikap berbicara kita kerena berbeda kebudayaan berbeda pula penafsiran penggunaan bahasa, penangkapan sombong, acuh, dari orang lain yang berbeda agama dengan kita akan kita dapatkan jika kita tidak berhatihati ketika menggunakan  fungsi dari bahasa ini.
 Jadi, pada umumnya setiap bahasa memiliki kategori fatis. Dalam bahasa inggris terdapat beberapa fungsi penggunaan unsur fatis dalam tuturan. Fungsi-fungsi yang dimaksud diantaranya, yaitu :
a)    Untuk memecahkan kesenyapan,
b)   Untuk memulai percakapan,
c)    Untuk melakukan basa-basi,
d)   Untuk melakukan gosip,
e)    Untuk menjaga agar percakapan tetap berlangsung,
f)    Ungtuk mengungkapkan solidaritas,
g)   Untuk menciptakan hamoni, untuk menciptakan perasaan nyaman,
h)   Untuk mengungkapkan empati,
i)     Untuk mengungkapkan persahabatan,
j)     Untuk mengungkapkan penghormatan, dan
k)   Untuk mengungkapkan kesantunan.
Misalnya tuturan “Hello”, “Nice weather isn’t it?”. Jika dalam bahasa Indonesia dikenal banyak kategori fatis seperti jenis ini. Contoh : ah, ayo, deh, dong, ding, halo, kan, kek, kok, -lah, lho, nah, sih, ya, yah. Makna-makna yang dikandung ungkapan fatis yaitu kata ah menekan penolakan, kata ayo menekankan ajakan, kata deh memberikan garansi dan penekan pada kalimat sebelumnya, dan seterusnya.




BAB IV
     PENUTUP
A.      Kesimpulan
Kategori fatis biasanya digunakan dalam sebuah kaliamat yang bertugas untuk memulai, mempertahankan, dan mengukuhkan komunikasi atau mengukuhkan komunikasi antara pembicara dan pendengar dan biasanya terdapat dalam konteks dialog.
Bentuk fatis dapat terdapat di awal, tengah, maupun di akhir kalimat. Contoh bentuk fatis dalam bahasa indonesia diantaranya ; kok, deh, dan selamat. Bentuk ini tidak dapat dimasukan ke dalam kelas kata interjeksi karena interjeksi bersifat emotif sedangkan fatis bersifat bersifat komunikatif.

B.       Saran
Dalam penulisan tugas sampai selesai penus sadar bahwa masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan sehingga penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan penulisan kedepan.
Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah  dalam memberikan arahan serta petunjuk dalam menyelesaikan tugas kami.





DAFTAR PUSTAKA
Ramlan, M. Drs. Prof. 2005. Sintaksis. Yogyakarta. C.V Karyono
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta. Rineka Cipta
Mar’at, Prof. Dr. Samsunuwiyanti. 2009. Psiklinguistik Suatu Pengantar. Bandung. Pt Retika Aditama Bandung
Arifin, Zaenal, E. Prof. Dr. Junaiyah, H. M, Dra. M. Hum. 2008. Sintaksis. Jakarta. PT Grasindoik. Jakarta.
Kridalaksana, Harimurti 1993. Kamus Linguistik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar